“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water

Sabtu, 22 Februari 2014

250 Hours as The-Professional-Musician


Hampir sebulan berlalu semenjak perjalanan mengesankan aku ke negeri tirai bambu, China (nyatanya tulisan ini baru selesai Februari 2014). Akhirnya aku mempunyai niat yang sangat besar untuk memulai tulisan ini, yang mungkin saja bisa berakhir di kotak draft atau dibuang. Singkat cerita, aku dan 13 orang lainnya diundang untuk melakukan penampilan angklung di negeri itu. Reaksi pertama yang keluar dari kepala aku adalah: GILA, INI BENERAN? dengan disertai umpatan-umpatan seneng ala anak gaul di MTV.

Jujur, selama persiapan kita cuma melakukan beberapa kali latihan. Gak nyampe 10 kali. Mungkin 5 kali plus minus beberapa aku lupa spesifiknya berapa. Di Indonesia kita latihan hanya dengan 10 orang, karena 4 orang lainnya berada di Singapore (dan Thailand?). Indonesia-ers, setiap latihan pasti melakukan sesi recording yang nantinya akan dikirim ke Ajarn Koong untuk quality control. Ajarn Koong adalah orang yang sering mengajak kita , lebih tepatnya yang lain, untuk main dan beliau juga yang mengurusi Thai Camp Culture (yang beberapa tahun lalu aku ikuti). Dengan jadwal yang berbeda, kita mencoba untuk berkumpul dan berlatihan dengan hawa-hawa ke-awkward-an yang gila kenceng banget. Ya kali aku tiba-tiba heboh di tengah orang baru, bisa jadi aku dibius buat dimasukin ke rumah sakit sebelah BIP -_-

Oke, cerita ini akan dipercepat sampai hari keberangkatan, 17 September 2013. Secara keseluruhan, kita ber-14 (termasuk yang dari Singapore dan Thailand) dibagi menjadi 2 kloter (kaya naik haji -_-). Kloter pertama pergi tanggal 17, sisanya pergi tanggal 20/21an. 5 orang saja yang ada di kloter pertama: Aku, Ka Ido, Au, Sabeu, teh Anti
Dari kiri ke kanan: Syekh (African Team), Ka Ido, Teh Anti, Au, Sabeu, Aku
Kita berangkat dari Bandung sekitar jam 4 sorean, pake mobil Au. Kita naik pesawat di Soetta, ngambil yang jam 10an, dengan alasan Au sama Sabeu masih mau ambil kuliah pagi dan siang dan biar kita nginepnya ga kelamaan di Changi (karena check-in selanjutnya pagi sekitar jam 7 kalau gak salah).

Setelah sampai ke Soetta, masih agak awkward dong, jelas aja aku mau pergi ke luar negeri sama orang yang asing banget, kaya orang ga kenal. Kenal sih, tapi belum akrab. Kalau ikutan travel sama biro sih itu masih mending ada tour guidenya yang bakal mencairkan suasana. Ini kita kaya pergi pake biro tanpa tour guide (tapi aku yakin mereka udah biasa pergi keluar kaya gini, so I think I'm safe). Bayangkan saja ke-awkward-an kita. Pada akhirnya kita ceritanya makan malem dulu sebelum ini itu biar asik ceritanya. Setelah makan, kemudian kita check in ini itu, dan kemudian kita udah berada di ruang tunggu untuk nungguin pintu dibuka. Asek dah. Masih awkward sih seingatan aku. Yang paling diingat itu kita foto untuk pertama kalinya untuk perjalanan ini :D *masih nyari fotonya, tapi ga nemu*

Selanjutnya perjalanan naik ke tahap 'kita sudah sampai loh di Singapore!' dan akhirnya kita bingung mau ngapain. Kalau gak salah waktu itu sampai di Singapore sekitar jam 12an (dengan waktu Singapore). Udah luntang lantung jalan sana sini, ngobrol ketawa dan sebagainya kita jalan lagi. Waktu itu lagi jaman ada kaya raindrops gitu yang digerakkan pake energi jadi so cool parah keliatannya. Tapi kita liat itu bergerak pas mau pulang ke Indonesia. kenyataannya raindrops itu gak bergerak sama sekali karena keliatannya udah malem jadi diberhentiin sama pihak yang bersangkutan. Akhirnya kita dapat satu kursi yang, yah bisa dibilang, cukup nyaman jika dibandingkan dengan kursi-kursi yang ada di airport sendiri. Jadi akhirnya kita cari posisi masing-masing untuk tidur atau sekedar jalan-jalan.

Tanggal 18 September 2013. Akhirnya, pagi-pagi jam 6 kita udah nongkrong cantik menunggu yang lain untuk check in menggunakan China Airline (atau namanya lain ya, hemm). Iya, kita bingung gitu karena udah beberapa menit gak ada yang nongol, padahal kan kalau yang kita tau orang china itu kadang tepat waktu. Au telepon ke PJ kita (iya, soalnya gak tau mau disebut apa) namanya Cecily. Wih, pasti china banget nih orangnya, itu yang pertama aku pikirkan tanpa aku share ke yang lain. Kemudian kalau gak salah Au bilang kalau kita disuruh check ini duluan aja disuruh oleh Ajarn Koong (yang dipanggil Granny juga). Oke, kita check ini dan ternyata ada kebijakan yang gak kita tau sama sekali kalau "1 person, 1 luggage". JEDAR!!! Oke, akhirnya diputuskan kalau luggage kita check ini dulu, angklung kita skip dulu biar nanti diurus sama Cecily. Lama-kelamaan muncul beberapa grup. Aku masih ga ngerti kita tuh ada berapa grup yang nampil. Kok, mereka banyak banget dan.......bawaannya banyak banget :| Dan kita udah ketawa-ketawa itu gimana masukinnya kalau "1 person, 1 luggage". Akhirnya datang lah si perempuan bernama Cecily. Wanita keturunan chinese, 30 tahunan lah. Pake heels, cetak cetok cetak cetok. Bawa tas tangan yang digantungkan di siku tangan kanannya. Mukanya selalu punya ekspresi cemas, panik, dan bervolume suara melengking, walaupun gak bisa ngalahin Mariah Carey, but it's annoying.

Kemudian dia menghampiri kita, dan diceritakan lah masalah "1 person, 1 luggage". Kemudian mukanya semakin panik daripada sebelumny. Kemudia dia mendatangi counter kita check ini dan terdengar seperti marah-marah menggunakan bahasa mandarin. Dia kembali dengan mata melototnya dan sepertinya dia cukup kaget dengan peraturan yang dia sendiri gak tau -_- not our fault ya. Gak yakin kalau ini semua adalah idenya dia, atau aku yang miss the moments akhirnya terjadi keputusan kalau kita me-wrap semua barang-barang yang bis dijadikan satu. Angklung bersatu dengan ini itu dan sebagainya. Ada satu angklung kita yang menyatu dengan barang dari tim Singapore, dan oke. Salah seorang dari Tim Singapore (Tim Gamelan) mencatat ada dimana saja barang mereka. Dia memang terlihat sangat teliti, dibantu dengan teman-temannya. But, the next problem is, who will bring these?

Kamis, 20 Februari 2014

About being in a relationship again

Nikah? Harus nikah banget ya?

Mungkin, salah satu hal yang bikin aku ga mau untuk pacaran saat ini adalah ngedapetin undangan nikah dari mantan aku. Aku belum siap.

Loh? Kok mantan?

Aku pikir, ketika berada di usia aku, transisi remaja akhir dan dewasa awal, suatu hubungan akan penuh dengan konflik atau bahkan saling berbenturan secara (.....) *fak lupa mau nulis satu kata ini*. Saat aku terima undangan itu, yang aku pikirkan adalah, "sial, dia pernah sama gua loh".

Awalnya mau nambahin, "kenapa gua sama dia gak bisa ke tahap ini kaya dia dan..........pacar, well, suaminya secara sah?". And I don't like the feeling when someone used to close with you, untuk hal ini 'close', then suddenly you're not that close. I've been there and I don't wanna feel that kind of feeling anymore. It hurts, even though you're making up, I mean not making up like the couples do like kissing, hugging, fucking each other, etc., I won't help. The damage has been done. Like mirror, like personality, and I don't know what Justin Timberlake feel about mirror. It's just so awkward yet hurtful.

For now, aku ngerasa kalau aku udah seneng dengan jalan aku sekarang, single, no relationship-status-thingy. Ketika aku memutuskan untuk sayang sama orang, kelak, whether it's woman or man, aku bakal nunjukin kalau aku sayang without the relationship-status-thingy. Ketika proses itu terjadi dan dia pergi, I guess she/he's not the one. Walaupun terkadang aku selalu ingin dipeluk ketika sedih atau sendiri