“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water

Minggu, 24 November 2013

Apa yang Berubah

So, here I am. 
21 years old. 
Ruining my future. 
Have some problems. 
And still not making anything good.

Ya, kembali dimana aku sekarang. Menghabiskan waktu dengan ketakutan-ketakutan untuk mendapatkan masukan. Malam ini aku membersihkan apapun yang bisa aku bersihkan dari kamar ku. Dari mulai memindahkan TV dari kamar aku ke kamar Mamah; membuang kertas-kertas tulisan ketika SMA; melepas stiker-stiker yang ditempel di pintu ketika Dewa masih SD. Rasanya, saat ini lah aku butuh privasi lebih. Seakan-akan aku membuang keadaan ketika Mamah biasanya tidur di kasur ku sambil baca koran dan menonton televisi. Seakan-akan aku membuang keadaan dimana Dewa merangkai setiap stiker dengan asalnya di meja. Seakan-akan aku membuang semua kehangatan yang biasa terbentuk di dalam kamar aku. Seakan-akan aku membuangnya semua.

Kenangan kembali ketika aku solat maghrib menggunakan sejadah warna merah yang sudah ada sejak aku kecil. Aku ingat, dulu, aku suka sekali menggunakan sejadah itu. Sejadah itu pas untuk anak seusia ku. Aku selalu tidak lupa untuk menggunakan peci setiap beribadah. Aku tidak tau alasan menggunakan peci itu, yang aku tau Mamah selalu mengingatkan aku untuk menggunakan peci. Ya, peci hitam dengan motif di sisinya yang melingkar. Aku tidak pernah membeli dan menggunakan peci dengan motif lainnya selain peci itu. Sekarang, aku beribadah menggunakan sejadah itu dan sejadah itu terasa kecil dan pendek. Aku tidak pernah menggunakan peci yang sama lagi, yang biasa menjadi ciri khas aku kalau aku mengaji di mesjid bawah.

Kenangan kembali ketika aku menggunakan meja belajar yang ada di kamar untuk menyimpan laptop ini, dan menulis. Dulu, meja ini kosong. Hanya ada sebuah rak kecil berwarna hijau yang biasa aku tulis dengan alat tulis: pulpen, pensil kayu, tipe-x, penghapus. Masih ingat ketika dulu pertama kali diberikan meja belajar ini, aku senang. Aku bisa seperti anak-anak yang ada di dalam sinetron, belajar menggunakan lampu belajar dalam keadaan gelap; yang pada akhirnya aku sadar kalau semua itu ga seindah di sinetron. Meja ini kuat. Sampai saat ini, aku masih bisa berdiri di atasnya tanpa ragu kalau meja ini akan rusak. Berbeda dengan meja-meja yang diproduksi jaman sekarang. Sekarang meja ini penuh dengan deretan buku-buku yang aku beli dengan gilanya yang entah kapan aku akan menyelesaikannya. Beberapa waktu lalu, meja ini diisi oleh tumpukan buku yang bercecekan, kaset PS2 dan sebuah konsol PS2.

Aku ingat. Aku membeli PS2 itu satu hari sebelum hotel JW Marriot dibom. Dulu aku beli konsol ini menggunakan uang sendiri; uang aku dan Dewa lebih tepatnya. Ketika berhasil membelinya, kami senang. Kami langsung mencoba game-game yang biasa dimainkan Dewa di rental sebelah. Aku merasakan kesenangan itu. Seiring berjalannya waktu, aku selalu menolak ketika Dewa mengajak main berdua. Aku capek. Aku ingin istirahat. Kenapa sih ngajakain aku terus? Gak bisa apa main sendiri? Itu yang ku pikirkan. Namun, setelah aku memindahkannya, aku ingin mengembalikan waktu. Aku ingin menerima tawaran-tawaran bermain game berdua. Sekarang aku dan Dewa seakan-akan sudah tidak satu lagi. Dia berubah menjadi anak remaja yang risk taking sedangkan aku berubah menjadi dewasa awal dan tidak berubah dalam hal menyia-nyiakan waktu.

Kamis, 14 November 2013

Stuck on L..........ift

Gambar diunduh dari normanleds.com
Apa sih yang menjadi ketakutan terbesar kamu ketika menaiki lift di suatu mall? Kalau sendirian terus tiba-tiba ada "temennya"? Ketika naik lift malah diangkat ke dunia lain? Well, yang paling common yang paling ditakuti adalah stuck di dalam lift, and it happened to me this evening.

Jadi ceritanya sore ini aku pergi ke sebuah mall di kawasan Bandung untuk bertemu dengan teman. Tujuan dairi pertemuan ini adalah kita membicarakan strategi dan mengambil data, dimana kami sedang terikat kontrak (tidak langsung) untuk membantu penelitian dosen mengenai komunikasi dalam pernikahan, baik itu yang masih menikah atau sudah berpisah. Singkat cerita, kita bertemu di daerah foodcourt di lantai paling atas dari mall tersebut.

Biasanya, untuk sampai ke foodcourt, aku naik eskalator biasa sambil cuci mata. Namun, karena selama ini bolak-balik mall tersebut untuk jadi basecamp, ada kebosenan yang melanda. So, akhirnya aku memutuskan untuk naik lift, biar cepat juga sih niatnya.

Butuh beberapa saat untuk menunggu pintu lift terbuka. Ada 2 lift bersebelahan, dan secara impulsif aku menekan tombol menuju ke atas berkali-kali, dengan harapan lift bisa naik lebih cepat dan membukakan pintunya. Akhirnya, terbuka lah satu pintu lift dengan kondisi penuh, hanya tersisa satu spot untuk aku, tas aku, dan bayangan aku....

Selama perjalanan menuju atas, aku menguping, ternyata orang-orang tersebut dari wisudaan (aduh, kata yang bikin alergi untuk saat ini) suatu universitas ternama di kota Bandung. Mereka bercerita dengan bangganya, kepada satu orang asing, yang aku asumsikan mereka tidak mengenalnya dan baru bertemu di dalam lift.

"Ting". Lantai 1. Sebelumnya aku naik di GF.

"Ting".

Pintu tidak terbuka.

"Ting".

Fuck, jangan main-main lah, kalau mau naik lift, naik aja, itu yang muncul di pikiran aku.

"Ting"

"Macet nih macet", tiba-tiba orang di belakang aku mengeluarkan kata-kata itu.

"Tenang-tenang, jangan panik. Kalau panik nanti malah ngabisin oksigen di lift ini. Mas, pencet tombol emergency yang kalau ga kebuka lagi".

"Ting", masih, tidak ada respon dari pintu, iya sama kaya kamu yang gak pernah ngerespon aku *curhat*

Mas-mas di sebelah aku, yang aku yakini adalah keluarga dari si orang yang diwisuda menekan tombol emergency. Butuh waktu yang cukup lama kaya vierra, cinta butuh waktu untuk mendapatkan respon dari petugas.

"Ada apa?"

"Liftnya macet"

"........"

Doomed!! Udah deh, aku akan menghabiskan sisa kehidupan aku di dalam lift ini :( Bahkan petugas pun sudah menyerah untuk tidak menyelamatkan kehidupan aku. Rasanya ingin panik, tapi cewe di belakang aku mengeluarkan kata-kata brengsek, "Aduh, pusing. Bu, aku Pusing". Daaaammnn, persediaan oksigen menipis. Jadi gini rasanya jadi Sandra Bullock (padahal belum nonton filmnya -_-).

Mas-mas itu pun kembali menekan tombol emergency.

"Kenapa kenapa?", Kenapa pale lu peang hah. Di sini keadaan krisis tapi respon lu lama beut deh!!

"Liftnya macet, mas. Menuju lantai 1".

"Baik, segera ke sana", iye buruan sih, oksigen mulai menipis. Rasanya kalau kadar oksigen di lift itu diibaratin sama Ultraman, pasti udah kedip-kedip lampu yang ada di dadanya.

Minggu, 10 November 2013

Memories

Yup, setelah sekian lama vakum berhenti ngeblog akhir memutuskan kembali untuk ngeblog. Gak ada pikiran apa-apa di otak selain skripsi yang tak kunjung beres. Well, kita akan skip langsung ke bagian yang lebih relevan dari judul.

Oke, judul postingan kali ini adalah "Memories". Mungkin ke depannya akan ada postingan serupa dan berjudul sama. Terinspirasi sih setelah nonton sebuah episode Teens React minggu ini yang membahas tentang smartphone. Dalam videonya (bisa dilihat pada embed video berikut) sangat bikin jedar. Videonya bisa dilihat di bawah ini..


Oke, bagi yang males nonton inti dari video itu adalah mereka diliatin video yang biasa direkam tiap hari. Ironinya, orang-orang mulai menghabiskan seluruh kehidupannya di depan layar handphone meanwhile something is happening around them. Yang paling ngenes tuh pas liat bagian remaja main bowling. Ceritanya dia itu lagi main bowling dan strike dan kemudian dia kaya melakukan selebrasi sendiri dimana orang lain di sekitarnya ga ada yang peduli dan ga lepas dari...............smartphone mereka. Dan yang paling lucu itu bagian orang merayakan ulang tahunnya, tapi orang-orang di sekitarnya malah selca (self capture) tanpai menghiraukan apa yang sedang terjadi di ruangan tersebut. Setelah video itu selesai, seperti biasa, mereka dibombardir dengan segudang pertanyaan yang bikin jedar dan harus aku akuin kalau mereka yang ada di show ini adalah remaja-remaja dengan pemikiran terbuka dan cerdas. So, kalau disimpulin sih, hampir sebagain besar dari mereka emang addict banget sama smartphone dengan alasan "making memories". Dari situ aku kepikiran, kenapa enggak aku bikin memories di blog aku. Yang terpikirkan oleh aku adalah aku menyimpan cerita-cerita dari teman, orang tua, bahkan orang asing, untuk nantinya aku baca di masa yang akan datang. Selama ini aku making memories, tapi hanya berupa tulisan. Selanjutnya aku ingin di setiap segment ini (asek, gaya pisan segment) harus ada minimal foto, sehingga aku bisa membayangkan memory tersebut atau mungkin aku akan mengingat bagaimana orang yang menceritakan hal tersebut kepada aku. Karena manusia tidak ada yang abadi, maka cerita yang mungkin bisa menjadi sesuatu yang abadi..