“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water

Minggu, 23 Desember 2012

Lelaki Mapan

Entah kenapa dalam beberapa hari terakhir selalu kepikiran tentang memiliki pacar, menikah, dan segala hal yang berbau tentang pasangan. Hal ini cukup mengganggu pikiran, padahal dulu aku gak terlalu memikirkan hal ini, intinya dulu prinsip aku adalah aku bakal memilih satu wanita dan wanita itu akan menjadi yang pertama dan terakhir dalam kehidupan aku. Aku ga suka dengan nikah-cerai. Untuk apa? Buat ngabisin dana tahunan yang di kasih sama pemerintah? eh

Well, singkat cerita, tadi malam tepatnya ada sebuah akun di twitter yang menamakan dirinya @felixsiauw men-tweet beberapa hal tentang "pasangan", yang mungkin sebenarnya ditujukan untuk para wanita, dan tanpa dia sadari, semua tweetnya semalam menampar satu pria di sebelah sini. Berikut saya berikat cuplikan tweetnya semalam. Bacanya dari bawah ya, biar oke ;)
































 Selalu terjadi dilema yang cukup besar di diri aku dari jaman dahulu kala, "apakah aku akan mencari wanita secara 'agama' (maksudnya: ta'aruf, dan sebagainya) atau aku mau mencari dengan cara orang normal pada umumnya (cari, tebar pesona, cewenya ngedeket, pacaran, putus, dan sebagainya). Hal ini semakin sulit ketika kamu adalah orang yang sulit untuk cerita sama oran lain yang bisa dibilang "lebih pengalaman". Semakin menyakitkan lagi ketika satu per-satu orang yang kamu keceng dari sejak lama jadian sama orang lain atau bahkan menikah. Duh, iman, iman. Sabar, ya :')

Kebetulan aku membaca tweet tersebut dari awal tweet tersebut di posting.

"1. nilai sendiri | lelaki yang cari pacar biasanya sudah mapan atau jauh dari mapan?"

*jleb, mungkin aku adalah satu-satunya cowo yang bakal kesindir dengan tweet ini. Semakin berpikir, kalau aku ditanya oleh wanita yang kebetulan terpilih itu, "Rang, siap menikahi aku?" dan mungkin ada jleb-momen lagi, apakah aku udah siap? Apakah aku sudah bisa membiayai hidup aku sendiri? Apakah aku siap punya anak? Apakah aku siap meneruskan hubungan ini sampai ke jenjang tersebut? Karena satu dan lain hal, aku selalu berpikir kalau pacaran itu harus mapan dulu. Ya, aku harus kerja dulu. Di saat kerja itu, aku menghasilkan uang sendiri dan ketika aku mau ngajak pacar/wanita yang akan menjadi istri aku nanti itu makan ke suatu tempat, misalnya, aku udah bisa biayain sendiri, ga pake uang orang tua. Malu. Gimana kalau nanti ketika saatnya aku ga bisa ngebiayain istri aku, padahal dulu aku sering pake uang orang tua buat ngebiayain kehidupan pacaan kami dan sekarang orang tua, mungkin, sudah tidak semapan dulu? Semua hal tersebut akan berlanjut ke stage selanjutnya, yaitu gamang stage. Banyak orang yang ga bisa melewatkan masa ini dan berakhir dengan bercerain. Sungguh, hal tersebut tidak enak, diawali dengan pertengkaran, walaupun kalau artis bilang mereka pisah secara baik-baik, aku gak akan mudah percaya. Pasti ada pertengkaran terlebih dahulu sebelum akhirnya diputuskan hal tersebut. Gak akan mungkin scene yang terbuat sepasang suami istri datang ke sebuah restoran mahal dan si suami bilang "aku mau cerai, tapi dengan baik-baik". Kemudian si istri menjawab, "oke, dengan baik-baik ya" *sun pipi kiri, sun pipi kanan, pergi ke pengadilan dengan berpegang tangan.

Untuk mengakhiri semua kegalauan ini, aku putuskan untuk menggantung diri aku sendiri di tengah kegalauan, semoga di tulisan yang selanjutnya bisa berkembang ya pemikirannya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What do you think??