“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water
Tampilkan postingan dengan label tentang hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tentang hidup. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2016

Sarjana Psikologi Biasa

Namaku Rangga, bagi yang belum kenal. Saat ini umurku 24 tahun, menuju 25 tahun, 6 bulan lagi. Saat ini aku bekerja di suatu perusahaan swasta, di bagian SDM. Jika kamu membayangkan pekerjaanku mengembangkan orang dan sebagainya, kamu salah besar. Pekerjaanku terbilang cukup "membosankan" karena hanya berkisar administrasi di bagian tersebut. Mungkin sebenarnya semua pekerjaan itu membosankan, jika hanya berada di dalam perusahaan dan kamu tidak memiliki passion dalam bekerja.

Aku hanya memiliki satu gelar, S.Psi. Sarjana Psikologi, yang ku dapatkan dalam waktu yang cukup lama, yaitu 6 tahun. 5 tahun 9 bulan lebih tepatnya. Sampai saat ini, aku masih ingin memiliki gelar 'dr.' di depan namaku dan 'Sp.A' di belakang namaku. Namun, semuanya kandas karena mungkin kemampuan otakku tidak bisa membuat aku lolos masuk ke fakultas yang dituju dan juga mungkin guratan nasib yang membuat aku tidakk masuk. Selain itu, aku baru merasa kalau aku tidak cocok dengan anak. Jadi, mungkin ini memang jalan yang terbaik.

Minggu, 03 Januari 2016

Ya Udah

Hey, it's two thousand fucking sixteen!!! (read: 2016)

Ya, itu adalah umpatan pertama (melalui tulisan) di tahun 2016. Agak happy, agak sad, agak campur aduk ya. Rasanya baru kemarin lahir, baru belajar jalan, taunya sekarang udah harus nikah aja (?). Entah udah berapa ribu jam aku gak nulis, terutama nulis di blog. My life's been like a roller coaster these past days, but let's ride it, bitches!

Sebagai update terbaru, akhirnya aku menjadi pegawai kantoran (yay!). Ya, baru tepat sebulan aku berada di kantor tersebut, dan bulan ini aku official jadi pegawai kontrak. Sedikit cerita, awalnya aku masuk buat MT selama 3 bulan. Namun, entah kenapa kepala divisiku bilang kayanya lebih enak sebulan aja, dan kemudian mengajukan surat untuk kontrak, dan diterima pengajuannya. Rasanya mix banget, antara happy dan confused.

Menurut beberapa orang, kantorku ini berpotensi besar. Kantornya sih umurnya baru setaun saat ku masuk. Ya, potensinya mungkin dari segi jenjang karir dan potensi lainnya. Beberapa orang sering tanya ke aku, "berapa salary-nya?". Entah kenapa, bagi beberapa orang, ditanya mengenai salary itu sesuatu hal yang sensitif, sensitif yang mungkin aja responnya bisa setara kalau lagi diganggu pas PMS. Entah kenapa, aku gak pernah menjawab secara spesifik berapa (kecuali ke orang yang emang dekat) tetapi aku kasih range sekitar A sampai B. Dan aku yakin, kalau kamu denger jawabannya, pasti respon kamu "Kok mau? Kamu bisa dapet yang lebih tinggi di kota besar atau minimal di perusahaan lain." Responku selalu, "Ya udah".

Ya. Entah kenapa, respon "Ya udah" adalah respon yang lagi aku gandrungi, kaya aku menggandrungi T-ara.

Aku lulus lama, "Ya udah".
Lulus kuliah disusul angkatan bawah, "Ya udah".
Temen-temen udah mulai pada lamaran dan nikah, "Ya udah".
Salary di bawah UMR, "Ya udah".
Kemungkinan untuk lanjut kuliah S2 psikologi menjadi tak mungkin, "Ya udah".
"Ya udah".

"Ya udah" itu semacam defense mechanism aku saat ini. "Ya udah" di mulut, beberapa detik kemudian, rasanya ada yang salah di hati. "Ya udah" menjadi suatu stimulus-respon, ketika stimulusnya, secara gak sadar, aku anggap 'menyerang' pride aku. "Ya udah" adalah jawaban yang tidak akan memicu pertanyaan tambahan dari lawan bicara (sejauh ini sih begitu). Padahal, beberapa kali, ketika aku bilang, "Ya udah", aku rasanya menangis dalam hati. Terutama untuk masalah "lanjut kuliah".

Sebulan ini, aku lagi berusaha untuk 'berlari', mengejar tempo orang-orang di kantor. Agak sedih sih, MT cuma sendirian, jadi ga punya temen buat lari. Aku merasa kaya lari sendiri. Ketika jatuh, cuma satu dua orang aja yang bantu aku bangun dan aku harus lari lagi ketika kakiku masih terasa nyeri dan berdarah. Seperti itu lah mungkin metafora sebulan aku di kantor baru. Terkadang, "Ya udah", gak bisa membuat diri sendiri menjadi "okay", tapi setidaknya lingkungan yang "okay". Terkadang, malah jadi backfire, dimana aku suka tiba-tiba cirambay, duduk di angkot pas pulang kerja tiba-tiba air mata ngucur. Dengan kondisi aku (dan sekitarku) yang seperti ini, menjadi psikolog adalah bukan menjadi sebuah pilihan, melainkan jadi mimpi, yang di setiap doa aku masih santer-santernya untuk terwujud.

"Ya udah".

True story. Ketika aku nulis paragraf di atas, di dalam otak aku terlintas kata-kata, "Ya udah". Is it that bad?

Setelah dipikir-pikir lagi, hal ini menjadi tidak sehat untuk ke-well being-an aku sebagai manusia. Tapi aku yakin, belum waktunya semua hal-hal itu terwujud.

Dulu, aku sempat berdoa, "Ya Allah, kabulkan lah doa-doaku sesuai dengan waktu yang Engkau ridoi", satu-demi satu semuanya terwujud. Mungkin tidak semulus dan secepat beberapa orang (contoh: temen kuliah, angkatan bawah, lulus cepat, minat di bidang konsumen, langsung dapet beasiswa LPDP ke Belanda untuk psikologi konsumen). Tapi aku sekarang yakin, akan ada waktunya semua doa-doa aku akan jatuh menjadi perwujudan keinginan aku di dunia. Tinggal tunggu waktu aja.

"Ya udah".

Rabu, 21 Oktober 2015

Social Media

Ngomong-ngomong soal social media, beberapa hari (mungkin lebih tepatnya beberapa minggu) ke belakang, aku sedang berusaha mereduksi teman di Facebook. Salah satu tujuannya adalah membuat hidup aku agak terbatas di lingkaran yang tidak terlalu besar.

Emang temen di Facebook kamu kenapa?

Mungkin bakal muncul pertanyaan semacam ini, yang mungkin akan agak sulit untuk dijawab.

Bayangkan saja, dulu aku adalah seorang anak remaja yang ingin mengeksistensikan diri, dikenal orang banyak, ingin setiap postingan di-like banyak orang. Salah satu caranya (yang ku pikir saat itu) adalah menerima semua permintaan pertemanan, dengan cara tersebut diharapkan bahwa akan banyak orang yang melihat postinganku dan, dengan harapan lain, mereka me-like postingan tersebut. Ternyata semuanya salah, dan aku baru menyadarinya ketika masuk ke dunia kuliah (lebih tepatnya setahun ke belakang).

Mungkin salah satu cara yang efektif reduksi adalah menghapus orang yang tidak terlalu dikenal ketika mereka sedang berulang tahun. It's kinda mean tbh. Maksudnya, it should be their happy day, not their being-unfriended day. Well, singkat cerita, I've done that, sekitar beberapa minggu, karena aku menjadi bosan harus menunggu notifikasi ulang tahun muncul setiap paginya (catatan: dulu, rasanya belum ada upcoming birthday event di Facebook, rasanya sih). Pada akhirnya, teman di Facebook-ku masih mencapai angka 2000 sekian, tapi aku gak yakin aku kenal setengah dari orang-orang tersebut tersebut.

Karena terlalu malas untuk membuka tab friend list (trust me, I did it, but it turned out to be boring, and the first 500 friend is your close friend, so I decided not to do this method  anymore), akhirnya aku pun mencoba untuk menyaring apa yang pernah aku posting saja, so it's all about me at the end.

Ketika postingan tersebut, agak aneh dan alay, aku hapus (demi kebaikanku). Tidak jarang, aku google-ing namaku, dan mengecek hasil pencarian sampai halaman 10 dan melihat hasil pencarian gambar juga. Trust me (again), this method works whatever it takes. Kamu mungkin akan menemukan foto kamu jaman sekolah dengan angle 130 derajat dihitung dari permukaan tanah ke posisi serong atas atau bahkan foto-fotomu melakukan duckface. Kunci dari metode ini adalah, pastikan kalau kamu memegang kendali penuh atas social media kamu, maksudnya, kamu masih ingat semua password dari semua social media yang kamu daftarkan, or at least, you register with the same e-mail, jadi kalau lupa, bisa minta password di-reset dan password baru dikirim melalui e-mail. Dan metode ini pun berhasil menjaga harga diriku.

Setelah beberapa hari mencoba metode yang penting data diri yang terkontrol terlebih dahulu, urusan teman di Facebook bisa diakali, aku pun banyak menemukan pelajaran. Satu di antaranya adalah kok bisa ya dulu aku sering ngombol dengan orang ini sedangkan sekarang udah hilang kontak. Aku bukan orang yang mudah mengingat hal kecil. Sehingga ketika akan unfriend orang, aku akan lihat menu see friendship, dan di situ adalah pertimbanganku untuk jadi unfriend atau tetap berteman.

Aku gak tau apa yang terjadi, sampai akhirnya komunikasi dengan teman maya itu bisa berhenti. Kebanyakan mereka adik kelas SMA, dan telah sukses dengan caranya masing-masing: menikah, lulus, lanjut kuliah di luar, bertemu artis, menjadi artis. Entah kenapa ada perasaan enggan untuk unfriend mereka, padahal aku sendiri pun merasa gak punya kelekatan dengan mereka saat ini. Mungkin salah satu pertimbangannya adalah aku senang membaca tulisan lamaku. Walaupun tulisan-tulisan aku agak cocky dan terdengar didewasa-dewasakan, tapi aku jadi bisa mengenal siapa aku sebelum kehidupan ini, sebelum kehidupan frustrasi entah akan menjadi apa aku ini. Aku selalu berharap punya teman dekat, dan ketika membaca tulisan lamaku, aku merasa punya teman. Teman yang tulisannya berantakan, kadang dia berbicara sok bijak kepada pembacanya, kadang terlalu dramatis dan melebih-lebihkan momen kecil, atau memang tulisan itu tidak sengaja bertujuan untuk memotivasi Rangga masa depan (secara tidak sadar).

Salah satu tulisan tahun 2011 yang bikin aku melek lagi adalah tulisan mengenai Take The Right Next Step di notes Facebook (Hey, I just realize (again) that this feature exist on Facebook, sorry).

Banyak orang yang ga mau berhubungan dengan masa lalunya, aku pun dulu berpikir seperti itu. Namun, aku merasa, masa lalu bisa menjadi teman untuk bercermin, mendiskusikan apa yang harus dilakukan, atau sekedar katarsis. Tapi, satu kuncinya adalah jangan terlalu berlarut dalam masa lalu itu. Jadikan masa lalu cermin yang bisa mengarahkan ke masa-masa selanjutnya yang lebih baik (mungkin kalau Rangga masa depan baca ini, pasti agak geli dengernya).

Semoga, beberapa tahun ke depan, ketika Rangga masa depan sedang kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa, dia bisa melihat tulisan ini, sehingga dia gak bakal kesepian, ketika tidak ada orang yang bisa dia andalkan. Rangga-Rangga masa lalu akan selalu ada di belakang Rangga masa depan untuk menopangnya menjadi lebih kuat.

Kamis, 01 Oktober 2015

Hey, and What I watch - Limitless [2015]

Hey, guys. How's life? Been awhile since the last post. Well, just quick update, finally I graduated (yeay!) and now I am officially unemployment (yeay, again). So, I've been so confused about what-should-i-do after my campus life. I'm still associates (the cooler word of freelancer) and still have no fixed job. Wish I could have one soon.

Lately, I've been busy with life. Literally, been busy. I worked. I search for a job, but they never call me back, and I guess I know what the problem. And I still thinking to get my master degree sooner than I expected, but in one condition: I should pay it for myself. It's been tough when you're collecting money for your study by yourself. Well, at least I tried, eh?

I plan to take master degree because I don't know what to do. As a very strict person (actually, not very strict, but a little bit strict, I guess) I think I can'nt take some of the jobs out there. I mean, what bachelor degree of psychology can do when the company ask you to do the interpretation of psychological tests, which I can't do that because I have an oath not to do that. So, I plan to take it, so I can have the limitless access on job. After that, I think I want to be a forensics. It just came to my mind, blame my impulsive brain. I can't handle it. But, become a forensics sounds so cool, right?

Speaking of limitless, as an unempolyement, I tried my best to make myself busy (yeah, right, busy). So, I decided to walk around the web; Watched some movies, series, (mostly I wasted my time on Youtube, and I've been on the other side or weird-youtube, for many times); Listening to music; Try not to spend some money when I'm with my friends; Be active on social media (sorry if I disturb you with all the double-tap on your posts); Minecrafting (I know, please don't judge me); and dreaming. Dreaming is the most important of life.

Well, back to the title, I found a series that you might like. It called Limitless. It has a connection with Limitless movie where Bradley Cooper played as the main actor. I haven't watched the movie version, but I really interested on this series because it has 8.5 point on IMDb.


Well, the story began when Brian Finch (Jake McDorman), let's say it, be a loser. I mean, he don't have a fixed job. His bandmates leave one by one. His dad sick. And everything worst that can become every man worst nightmare. Until, he met his old friend and introduce him to a drug called NZT. Shortly after, his life changes. He can maximize the capability of his brain, which is sound so great.

Well, should admit that I like this show because Jake McDorman is hot. I mean, who can handle a man with sexy beard in a show? Furthermore, Bradley Cooper is on the show too, for a couple second. So, it makes this show is a-must-watched-series-this-fall. LOL JK. This is actually a good show. Eventhough it's like Almost Human, but in human version. I don't have a high expectation on this show, turns out to be great, and I haven't watched the movie version. So, I think I will watch the movie version for sure.

I think that's it. Be sure to watch this series on your leisure time because it's worth it..

Kamis, 14 Mei 2015

Anak Psikologi Banyak Omong/Nanya?

"Eh, Rang. Kok anak psikologi tuh banyak bacotnya sih? Nanya-nanya mulu. Gue males pacaran sama anak psikologi"

Begitu lah statement yang keluar dari salah satu teman perempuan non-psikologi ku. Mungkin bukan dia aja yang menganggap anak psikologi banyak bacot, akupun sebagai anak yang kuliah di jurusan psikologi terkadang agak annoyed sama bacotan beberapa anak yang emang annoying.

Mungkin berawal dari konsep kalau anak psikologi mau ngapa-ngapain, harus balik lagi ke tujuan (setidaknya itu sih yang aku pelajarin di fakultas psikologiku). Mau bikin acara, tujuan harus jelas. Mau bikin pensi (pensi....masih usum istilah pensi?) harus jelas tujuannya, kegunaannya buat apa. Mau bikin seminar yang nambah ilmu pun harus jelas tujuan (dan kegunaan). Mungkin ini salah satu alasan kenapa anak-anak psikologi yang skripsian itu lama kelarnya (ini ga nyambung sih, dan aku ngerasa kelamaan aku bukan karena itu). Balik lagi ke topik, ya, memang segala yang akan dilakukan harus jelas si tujuan dan kegunaan (selanjutnya akan disingkat menjadi TK, karena agak males nulisnya -tapi belum tentu sih kombinasi kata tersebut akan muncul lagi).

Kita lanjut ke contoh konkret aja yang pernah aku alami. Saat itu angkatan aku bikin acara buat kenal sama orang-orang fakultas. Tiap malem kalau sharing sama angkatan atas pasti ditanyain tujuan. Setiap kita ngasih tujuan, pasti (sebenernya ga pasti) akan dipatahkan. Kaya misalnya: "Tujuan acara kita buat kenal sama sivitas akademik", bantahannya adalah "Kenal? Buat apa kenal? Kan kita ga nyuruh kalian buat kenal sama kita". Sepengalamn sih banyak kata umpatan yang berputar di dalam kepala aku. Tapi, hal itu jadi kebiasaan dan pada akhirnya aku sih ngerasa ngegituin anak angkatan bawah.

Tapi, sisi terangnya adalah anak psikologi banyak nanya atau omong itu biasanya dilandasi sama logis ga nih? Ya, mungin ga segampang itu penjelasannya. Tapi aku selalu bilang itu ke temen yang suka nanya penjelasan kenapa anak psikologi itu annoyingly charming (?)

Well, mungkin selanjutnya jadi kepikiran buat curhat kenapa anak psikologi itu suka jadi wacana-ers...

Senin, 30 Maret 2015

Menjelang 1/4 2015

Menjelang sudah berjalannya 1/4 dari 2015, aku ingin cerita dikit. Ceritanya udah basi sih, soal skripsi. Di saat orang lain udah pada kerja, dapet penghasilan yang tetap, mulai menabung untuk jenjang kehidupan selanjutnya, aku di sini masih berkutat dengan skripsi. Skripsiku lancar, alhamdlillah. Pembimbingku sangat suportif, selalu ngasih semangat, memberikan feedback positif. Hanya masalahnya ada di aku. Aku takut.

Entah kenapa aku sedang merasakan ketakutan yang entah apa. Mungkin lebih tepatnya cemas. Entah lah, antara cemas dan takut semuanya sedang bercampu di dalam diri aku. Rasanya aku pengen nge-freeze waktu biar ga berjalan. Biar stuck di-moment ini. Biar semuanya tidak berubah.

Rasanya aneh ketika aku selalu nyemangatin temen, bantuin skripsi orang, dan lainnya, tapi aku sendiri ga tau harus membantu diri aku dari mana. Sejauh ini, skripsi aku sudah sampai bab 5, tinggal revisi dikit di bab 4. Tapi, aku sebenernya gak tau apa yang aku tulis. Aku ngerasa gak punya apa-apa buat menghadapi seminar hasil. Rasanya pengen meledak, tapi belum bisa. Entah sampai kapan dipendam, mungkin sampai rambut bagian depan ini rontok semua (?)

Berbicara soal rambut, ya, rambut aku hari demi hari semakin menghilang, terutama bagian depan. Aku udah pasrah. Udah resiko orang "seperti aku" akan kehilangan rambut di bagian depan. Sedikit-demi sedikit aku mulai mencoba untuk menerima kalau mungkin nanti usia 30an aku bakal tidak memiliki rambut di bagian depan. Ya, mau gimana lagi, fuck genetics!

Wisuda bulan Mei sudah tidak terkejar, karena salah aku sendiri sih. Kapanpun wisudanya, udah gak peduli. Mungkin gak akan datang wisuda juga. Udah malu. Malu didatangin, di saat orang-orang akan wisuda untuk kedua kalinya, aku baru sekali. Tapi, paling datang ke wisudaan juga cuma formalitas buat nyenengin orang tua. Ya, gimana lagi.

Selasa, 20 Januari 2015

Recent Activities

Selamat taun baru 2015!!! Walaupun lebih 20 hari, harusnya euphoria-nya masih terasa. So, di 20 halaman pertama sudah ngapain aja? Olah raga teratur? Diet? Udah menghancurkan resolusi belum? Semoga saja belum ya, semoga resolusinya bisa terus dikerjain sampai...............semampunya.

Jadi, aku bakal ngomongin my recent activities: "Ngapain aja sih aku selama beberapa bulan ngilang dari dunia per-blog-an?" Walaupun aku percaya ga ada yang rindu aku nulis. Masalahnya, emang ada yang baca? Hahaha baik lah kita mulai, ya.

  1. Aku masih belum beranjak dari Skripsi dan aku sudah merasa terbuka ketika orang-orang menanyakan Skripsiku. So, feel free to ask me "Sampe mana Skripsinya?", aku akan mencoba untuk tidak mengelak dari pertanyaan ini. Progressnya sejauh ini adalah aku udah sampai tahap TO (yang keempat kalinya: dua sama dosen yang lama (kalau mau diitung) dan sekali kemarin). Aku melakukan TO lagi karena di alat ukurku ada satu indikator yang itemnya terbabat habis dan harus dibuang, padahal itu adalah indikator yang cukup menggambarkan dimensinya. So, I try to make some new items. Tolong doakan saya untuk tidak bayaran lagi, which means akhir bulan ini (10 hari lagi) harus seminar hasil (tiba-tiba ada lagunya Shontelle yang Impossible). Ya, sekarang sih yang penting beres secepatnya deh, ga ngejar apapun. Gak dikejar nikah juga karena masih jomblo (ini kabar penting banget, siapa tau ada jomblo juga yang mau sama aku). Kalau lewat dan harus bayaran lagi, ya terpaksa bayar dengan uang sendiri lagi karena udah ga enak minta uang semesteran ke orang tua. Walaupun penghasilan di biro ga seberapa, ya lumayan lah kerja keras selama ini bisa membayar uang semesteran (sebenernya dalam hati nangis, tapi gimana lagi?)
  2. Aku sedang berfokus untuk menulis di blog sebelah, karena aku rasa ketika aku ingin menulis di blog ini rasanya gak tau mau nulis apa. Rasanya aneh kalau aku harus menguak hidup aku sendiri (dimana kalau artis kehidupannya dikuak sama infotainment). Btw, kalau mau berkunjung, bisa langsung ke http://listenbag.blogspot.com. Sedikit cerita, blog ini sebenarnya sudah cukup lama dibuat dan tentu saja namanya sudah berganti, mungkin sekitar ratusan kali. Hingga akhirnya aku mau menetapkan hati namanya fix menjadi Listenbag. Naon sih? Filosofi dari namanya sih berasal dari aku yang seneng dengerin musik. Jadi aku kepikiran setip minggunya (mungkin) minimal ngepost satu single, mini album, atau album yang emang aku lagi suka saat itu. Jadi diandaikan kalau aku adalah sebuah kantung. Ketika orang-orang ingin mendengarkan sesuatu atau sedang butuh referensi, mereka bisa ambil di 'kantung' punyaku.
  3. Aku sedang bosan belajar bahasa Korea. Mungkin karena tidak ada temen sih. Aku lagi berhenti di Homey karena aku gak naik (baca: ga lulus pas UAS), sehingga aku berpikir buat skip dulu dan fokus ke Skripsi. Anehnya, sekarang aku lagi kembali ngapalin Hiragana sama Katakana. Rasanya kaya keledai yang selalu jatuh di lubang yang sama, namun lubangnya semakin lebar. -_-
  4. Aku lagi mencoba nabung buat beli kamera DSLR dan batre handycam. Aku pengen bikin sesuatu biar akun Youtube aku gak nganggur. Dari web series yang gak pernah jadi sampai instagram kuliner (biar mainstream dan pasti jadi wacana) semuanya ada di otak. Tapi, keinginan untuk beli kamera sama batre sangat besar. Tapi, kalau bayaran lagi, ya sudah. Mau gimana lagi. Itung-itung nyumbang ke fakultas, kalau kata Bu Indun (HIKZ KZL)
Jadi, seperti itu lah my recent activity. Jangan lupa buat mampir ke Listenbag dan doakan Skripsinya segera beres. Dosen pembimbing udah acc kalau setelah TO oke, langsung ambil data gak perlu ketemu lagi. Cukup kabari via SMS dan nanti bertemu kalau udah selesai menuliskan hasil. Jadi nanti bimbingan kalau akan membuat pembahasan. TEGHANK!!! :((

Minggu, 23 November 2014

Beberapa Bulan Kemudian

Halo.

Akhirnya aku kembali setelah beberapa bulan tidak mem-publish sesuatu. I've been busy with my life (finally!).

Beberapa bulan terakhir tidak banyak yang terjadi, bahkan semuanya terjadi dengan sangat cepat. Tahu-tahu sudah hampir akhir tahun saja. Yang jelas, aku masih berkutat dengan skripsi, yang pada akhirnya aku merasa kalau aku salah pilih bahasan. Salah pilih mayoring bahasan, dan teori. Rasanya cape dan entah bagaimana mendeskripsikannya, namun rasanya tidak se-membara 3 semester awal. Dosen pembimbing baruku tidak bermasalah seperti dosen pembimbingku terdahulu. Dia super baik dan suportif, dan yang jelas selalu ngabarin kapan bisa untuk bimbingan. Jadi, aku tidak perlu lagi menunggu dari pagi hingga sore di gedung 3 hanya untuk menanyakan kapan bimbingan. Ya, semoga saja bulan depan bisa beres ya, biar ga usah bayaran lagi.

Beberapa bulan terakhir, aku mulai menyadari kalau sebenarnya aku tidak menyukai menulis, terutama untuk tulisan terstruktur. Selama ini, aku memaksakan diri untuk menulis, dengan kedok sebagai bahan katasis. Namun, sebenarnya bukan seperti itu hal yang sesuai untuk aku meluapkan emosi. Hal ini menjadi semakin jelas ketika aku berniat untuk meneruskan cerita Prima di blog sebelah dan membaca tulisanku sebelumnya. Entah bagaimana aku merasa kalau aku menghancurkan seluruh karakter Prima di tulisan-tulisanku sebelumnya. Jadi, untuk saat ini aku akan membiarkan Prima seperti itu, ditambah dengan teman-teman yang masih sibuk dengan kegiatannya. Mungkin suatu saat Prima akan aku bentuk lagi dari awal, ketika semua sedikit demi sedikit mulai berkurang.

Ya, mungkin  hanya itu yang bisa aku ceritakan mengenai beberapa bulan terakhirku. Have a nice day!

Kamis, 17 April 2014

Living in This Complicated World

Dear, readers. Whether the readers exists or not.

Sepertinya sudah beberapa minggu (atau bulan) dari postingan terakhir. Sedang fokus di banyak hal yang berbau duniawi. Anyway, rasanya semakin sulit untuk hidup di dunia yang makin kompleks ini dan skandal yang semakin menyeruak. But, me-likey hahaha.

Kehidupan di awal 20an yang aku rasa semakin mengerikan. Makin rumit. Awal 20an itu saat dimana manusia harus memantapkan karir, mencari pasangan hidup, dan menyusun masa depan, dimana aku masih belum sampai ke fase-fase tersebut. Untuk orang kaya aku yang masih mencari pemenuhan kebutuhan biologis, rasanya sulit untuk mendapatkan tuntutan tersebut. Beberapa kali aku selalu berpikir untuk menyudahi semua, tapi aku kembali ingat ke tujuan awal aku: helping people. Dan masih belum berubah sejak tahun 2000an.

Beberapa waktu lalu, seorang teman nge-chat di LINE, tengah malam, tepatnya lewat tengah malam. Kebetulan aku bales, soalnya secara kebetulan juga aku lagi baca novel (yang ini cerita di bagian akhir aja ya).

Yup, jadi seorang teman ini, aku samarkan sebagai Kembang (karena Bunga terlalu mainstream). Jadi si Kembang ini ceritanya curhat kalau dia habis berantem sama emaknya, karena awalnya dia mau minta saran untuk pendidikan selanjutnya. Sebenernya aku saat itu agak bangun dan gak bangun. Mungkin (dari yang aku tangkep) inti masalahnya adalah dia ingin ikut kursus film gitu, semacam storylab. Nah, dia minta saran ke orang tuanya, eh orang tuanya malah marah, bilangnya, "kamu mau jadi apa sih? pindah-pindah mulu". Oke, mungkin itu bukan 100% yang dituliskan dia, tetapi aku rasa itu intinya. Kenapa ga konsisten? iya, kalau ga salah tangkep lagi, itu karena dia dulu bilang ingin kerja, terus ingin S2, ditawarin kerja ini ga mau, dan sebagainya.

Sulit emang kalau curhat sama Rangga. Kadang sadar, kadang engga.

Dia kemudian bilang, "Apa orang tua gak perlu tau prosesnya ya? Yang penting hasilnya?"

Jawabannya adalah tidak. Idealnya adalah orang tua harus ambil bagian juga dari proses tersebut. Ambil bagian di sini bukan berupa take over, tapi sebatas, support dan pemberi masukan. Itu sih yang aku pikir kan. Tapi, aku sendiri pun ga nyaman melakukan itu. Aku pernah berada di situasi itu, dimana orang tua inginnya ini itu, sampe sekarang sih. Tapi pada akhirnya, ya udah, aku jalanin aja. Aku gak mau jadi ini itunya orang tua, dengan pekerjaan yang pasti gajinya banyak. Kaya. Iya, tolak ukurnya adalah kekayaan, bukan kepuasan.

Dulu, setelah gagal jadi Dokter Anak, aku terpikir untuk jadi Psikolog Anak, pasti, yakin, mantap. Tapi, ketika aku cerita, dapet responnya, "Mau dapet apa jadi kaya gituan? Anaknya temen mamah, lulusan psikologi di perusahaan xxxxx udah banyak uang, punya mobil ini itu, blablabla".

Setelah dapet respon itu, I burried my dream alive (iya, ini kaya judul lagu). Tapi di pertengahan, mimpi aku itu muncul lagi, dan aku secara diam-diam mencoba mendekati bidang tersebut. Ya, aku orangnya lebih baik melakukan diam-diam daripada harus berhenti padahal sudah merencanakan. Aku mencoba-mencoba, dan aku pikir, aku salah. Aku gak cocok jadi psikolog anak. Banget. Dari situ aku hilang arah. Aku gak punya orang buat bertanya. Nanya ke temen, mereka juga bingung mau kerja dimana. Aku gak tau mau jadi apa. Aku bisa jadi apa saja di dunia ini, tapi apakah orang-orang bakal nerima aku yang jadi apa-saja? You can be anything, but God, definitely.

Dari situ, aku kembali menyusun mimpi aku. Aku ingin ke Korea, pikirku. Aku merancang, merancang, dan merancang. Entah apa yang membuat aku ingin pergi ke korea. Ingin sekolah di sana. Ingin sekolah broadcasting. Ingin memperbaiki Indonesia dengan ilmu yang aku bawa dari sana. Aku bangun sedikit demi sedikit, sampai mimpi itu hancur lagi. Kemudian aku melihat ada tawaran beasiswa untuk ke Korea, dan aku berpikir untuk mengambil jurusan psikologi lagi. Consumer Psychology and Advertising. Agak menjadi inspirasi dan secara kebetulan sama dengan skripsi aku. Aku teguhkan lagi hati ini, menata mimpi dari fondasi, dan saat akan menyusun puncaknya, mimpi itu hancur lagi. 3 tahun di sana. Umurku sekarang 21, satu bulan lagi 22. ditambah 3 tahun, jadi 25. Setelah itu aku mau kerja apa di Indonesia? Aku bukan psikolog? Aku menjadi bukan apa-apa, jika kembali ke sini. Aku kembali dihadapkan, kamu mau kerja apa untuk masa depan kamu?

25 tahun. Aku nikah kapan ya? Di saat temen-temen cowo aku yang lain, yang udah lulus, udah kerja, sedikit demi sedikit mereka menabung buat biaya menikah mereka, apa yang aku lakuin sekarang? Kamu kapan mau nabung buat nikah kamu? Kumpulan kalimat itu yang selalu menghantui aku. Kamu mau ngasih makan anak apa kalau kamu cuma kerja di bidang broadcast? Biaya hidup semakin mahal dari tahun ke tahun, you can't bet on it. 

Realnya adalah, saat ini aku harus mencari kerja, mau aku suka atau engga. Aku harus dengan tega mulai mengubur satu demi satu kepinan mimpi yang sudah aku buat hingga puncak, mencopot setiap bagiannya, hingga ke bagian fondasi. It won't happen. Unrealistic. It feels hurt. 

***

Btw, novel yang baru aku beresin itu judulnya The Maze Runner yang keterangannya bisa diliat di sini dan filmnya akan rilis tahun ini juga. Menurut aku, novel ini gila, dan aku masih bingung baca ending buku pertamanya. Jadi, penasaran sama buku keduanya...

Minggu, 30 Maret 2014

Santai

Pagi hari. Angkot Sadang Serang - Caringin

K: "Eh, ai kamu teh udah sidang belum sih, Rang?"
A: "Hahaha, emang kenapa, ka? Belum kok, seminar aja belum."

(...)

A: "Kenapa nanya gitu, ka? Emang aku ga keliatan riweuh lagi skripsi ya?"
K: "Iya, santai banget soalnya"


***


Percakapan tersebut terjadi beberapa waktu lalu di saat aku seangkot dengan seorang teman. BUkan yang pertama percakapan tersebut muncul. Walaupun percakapannya gak terlalu sama, tapi ada satu kata yang pasti ada: SANTAI

Entah kenapa, aku pun bingung. Sebegitu santainya ya aku sampai orang-orang menganggap aku udah selesai atau yang paling parahnya ninggalin? Anggapan itu muncul lagi ketika beberapa waktu lalu aku pergi buat pergi ke SIngapore. Gak maksud buat flight, tapi memang aku merasa kenapa engga pergi? Hal ini muncul juga ketika aku 'terlihat' selalu di biro untuk kerja, dibandingkan di perpus. Emang ngerjain skripsi harus di perpus doang?

Dengan segala hambatan yang aku rasakan selama ini, aku ngerasa lebih kuat. Dosenku sedikit demi sedikit sudah menyisihkan waktunya buat aku dan sekarang udah sohib banget. Aku semangat, tapi semangat aku gak aku keluarin macem beberapa temen yang semangatnya harus diupdate di semua jejaring sosial yang pada akhirnya aku muak dan aku unshared di salah satu jejarsos, karena aku membaca hal yang sama di beberapa jejarsos.

Ngomongin soal jejarsos, alasan aku bikin jejarsos yang berbeda adalah untuk mendapatkan informasi yang berbeda juga. Hal inilah yang bikin aku gak berniat bikin tumblr. Walaupun semuanya gak begitu, tapi berdasarkan yang aku liat tumblr beberapa temen, isinya re-blogged semua, dan itu bikin males. FYI aja sih

Sabtu, 22 Februari 2014

250 Hours as The-Professional-Musician


Hampir sebulan berlalu semenjak perjalanan mengesankan aku ke negeri tirai bambu, China (nyatanya tulisan ini baru selesai Februari 2014). Akhirnya aku mempunyai niat yang sangat besar untuk memulai tulisan ini, yang mungkin saja bisa berakhir di kotak draft atau dibuang. Singkat cerita, aku dan 13 orang lainnya diundang untuk melakukan penampilan angklung di negeri itu. Reaksi pertama yang keluar dari kepala aku adalah: GILA, INI BENERAN? dengan disertai umpatan-umpatan seneng ala anak gaul di MTV.

Jujur, selama persiapan kita cuma melakukan beberapa kali latihan. Gak nyampe 10 kali. Mungkin 5 kali plus minus beberapa aku lupa spesifiknya berapa. Di Indonesia kita latihan hanya dengan 10 orang, karena 4 orang lainnya berada di Singapore (dan Thailand?). Indonesia-ers, setiap latihan pasti melakukan sesi recording yang nantinya akan dikirim ke Ajarn Koong untuk quality control. Ajarn Koong adalah orang yang sering mengajak kita , lebih tepatnya yang lain, untuk main dan beliau juga yang mengurusi Thai Camp Culture (yang beberapa tahun lalu aku ikuti). Dengan jadwal yang berbeda, kita mencoba untuk berkumpul dan berlatihan dengan hawa-hawa ke-awkward-an yang gila kenceng banget. Ya kali aku tiba-tiba heboh di tengah orang baru, bisa jadi aku dibius buat dimasukin ke rumah sakit sebelah BIP -_-

Oke, cerita ini akan dipercepat sampai hari keberangkatan, 17 September 2013. Secara keseluruhan, kita ber-14 (termasuk yang dari Singapore dan Thailand) dibagi menjadi 2 kloter (kaya naik haji -_-). Kloter pertama pergi tanggal 17, sisanya pergi tanggal 20/21an. 5 orang saja yang ada di kloter pertama: Aku, Ka Ido, Au, Sabeu, teh Anti
Dari kiri ke kanan: Syekh (African Team), Ka Ido, Teh Anti, Au, Sabeu, Aku
Kita berangkat dari Bandung sekitar jam 4 sorean, pake mobil Au. Kita naik pesawat di Soetta, ngambil yang jam 10an, dengan alasan Au sama Sabeu masih mau ambil kuliah pagi dan siang dan biar kita nginepnya ga kelamaan di Changi (karena check-in selanjutnya pagi sekitar jam 7 kalau gak salah).

Setelah sampai ke Soetta, masih agak awkward dong, jelas aja aku mau pergi ke luar negeri sama orang yang asing banget, kaya orang ga kenal. Kenal sih, tapi belum akrab. Kalau ikutan travel sama biro sih itu masih mending ada tour guidenya yang bakal mencairkan suasana. Ini kita kaya pergi pake biro tanpa tour guide (tapi aku yakin mereka udah biasa pergi keluar kaya gini, so I think I'm safe). Bayangkan saja ke-awkward-an kita. Pada akhirnya kita ceritanya makan malem dulu sebelum ini itu biar asik ceritanya. Setelah makan, kemudian kita check in ini itu, dan kemudian kita udah berada di ruang tunggu untuk nungguin pintu dibuka. Asek dah. Masih awkward sih seingatan aku. Yang paling diingat itu kita foto untuk pertama kalinya untuk perjalanan ini :D *masih nyari fotonya, tapi ga nemu*

Selanjutnya perjalanan naik ke tahap 'kita sudah sampai loh di Singapore!' dan akhirnya kita bingung mau ngapain. Kalau gak salah waktu itu sampai di Singapore sekitar jam 12an (dengan waktu Singapore). Udah luntang lantung jalan sana sini, ngobrol ketawa dan sebagainya kita jalan lagi. Waktu itu lagi jaman ada kaya raindrops gitu yang digerakkan pake energi jadi so cool parah keliatannya. Tapi kita liat itu bergerak pas mau pulang ke Indonesia. kenyataannya raindrops itu gak bergerak sama sekali karena keliatannya udah malem jadi diberhentiin sama pihak yang bersangkutan. Akhirnya kita dapat satu kursi yang, yah bisa dibilang, cukup nyaman jika dibandingkan dengan kursi-kursi yang ada di airport sendiri. Jadi akhirnya kita cari posisi masing-masing untuk tidur atau sekedar jalan-jalan.

Tanggal 18 September 2013. Akhirnya, pagi-pagi jam 6 kita udah nongkrong cantik menunggu yang lain untuk check in menggunakan China Airline (atau namanya lain ya, hemm). Iya, kita bingung gitu karena udah beberapa menit gak ada yang nongol, padahal kan kalau yang kita tau orang china itu kadang tepat waktu. Au telepon ke PJ kita (iya, soalnya gak tau mau disebut apa) namanya Cecily. Wih, pasti china banget nih orangnya, itu yang pertama aku pikirkan tanpa aku share ke yang lain. Kemudian kalau gak salah Au bilang kalau kita disuruh check ini duluan aja disuruh oleh Ajarn Koong (yang dipanggil Granny juga). Oke, kita check ini dan ternyata ada kebijakan yang gak kita tau sama sekali kalau "1 person, 1 luggage". JEDAR!!! Oke, akhirnya diputuskan kalau luggage kita check ini dulu, angklung kita skip dulu biar nanti diurus sama Cecily. Lama-kelamaan muncul beberapa grup. Aku masih ga ngerti kita tuh ada berapa grup yang nampil. Kok, mereka banyak banget dan.......bawaannya banyak banget :| Dan kita udah ketawa-ketawa itu gimana masukinnya kalau "1 person, 1 luggage". Akhirnya datang lah si perempuan bernama Cecily. Wanita keturunan chinese, 30 tahunan lah. Pake heels, cetak cetok cetak cetok. Bawa tas tangan yang digantungkan di siku tangan kanannya. Mukanya selalu punya ekspresi cemas, panik, dan bervolume suara melengking, walaupun gak bisa ngalahin Mariah Carey, but it's annoying.

Kemudian dia menghampiri kita, dan diceritakan lah masalah "1 person, 1 luggage". Kemudian mukanya semakin panik daripada sebelumny. Kemudia dia mendatangi counter kita check ini dan terdengar seperti marah-marah menggunakan bahasa mandarin. Dia kembali dengan mata melototnya dan sepertinya dia cukup kaget dengan peraturan yang dia sendiri gak tau -_- not our fault ya. Gak yakin kalau ini semua adalah idenya dia, atau aku yang miss the moments akhirnya terjadi keputusan kalau kita me-wrap semua barang-barang yang bis dijadikan satu. Angklung bersatu dengan ini itu dan sebagainya. Ada satu angklung kita yang menyatu dengan barang dari tim Singapore, dan oke. Salah seorang dari Tim Singapore (Tim Gamelan) mencatat ada dimana saja barang mereka. Dia memang terlihat sangat teliti, dibantu dengan teman-temannya. But, the next problem is, who will bring these?

Kamis, 20 Februari 2014

About being in a relationship again

Nikah? Harus nikah banget ya?

Mungkin, salah satu hal yang bikin aku ga mau untuk pacaran saat ini adalah ngedapetin undangan nikah dari mantan aku. Aku belum siap.

Loh? Kok mantan?

Aku pikir, ketika berada di usia aku, transisi remaja akhir dan dewasa awal, suatu hubungan akan penuh dengan konflik atau bahkan saling berbenturan secara (.....) *fak lupa mau nulis satu kata ini*. Saat aku terima undangan itu, yang aku pikirkan adalah, "sial, dia pernah sama gua loh".

Awalnya mau nambahin, "kenapa gua sama dia gak bisa ke tahap ini kaya dia dan..........pacar, well, suaminya secara sah?". And I don't like the feeling when someone used to close with you, untuk hal ini 'close', then suddenly you're not that close. I've been there and I don't wanna feel that kind of feeling anymore. It hurts, even though you're making up, I mean not making up like the couples do like kissing, hugging, fucking each other, etc., I won't help. The damage has been done. Like mirror, like personality, and I don't know what Justin Timberlake feel about mirror. It's just so awkward yet hurtful.

For now, aku ngerasa kalau aku udah seneng dengan jalan aku sekarang, single, no relationship-status-thingy. Ketika aku memutuskan untuk sayang sama orang, kelak, whether it's woman or man, aku bakal nunjukin kalau aku sayang without the relationship-status-thingy. Ketika proses itu terjadi dan dia pergi, I guess she/he's not the one. Walaupun terkadang aku selalu ingin dipeluk ketika sedih atau sendiri

Jumat, 06 Desember 2013

Partner in Crime

Dea, Rangga, Gege @ Desa Pasanggrahan, Garut
Namanya Dea Willy.

Namanya Raden Gerhana.

Mereka berdua dipanggil dengan Dea dan Gege.

Entah dari kapan kita mulai berteman cukup dekat. Yang jelas, tinggal bersama di sebuah desa yang dilewati angkot dan jarak ke alfamart dan ATM yang bisa dihitung dengan jari dalam kurun waktu sebulan membuat kamu merasa makin kuat. Entah kenapa aku ngerasa kaya suami beristri dua yang istrinya ga ada yang bener. *kabur sebelum ditimpuk dua cewe ini*

Kalau ditelisik, kita bertiga bukan dari kelompok yang sama (kalau bahasa kerennya clique). Dalam urusan akademis kita jarang bareng, jarang satu kelompok, tapi beberapa kali aku pernah sekelompok sama Dea, tapi ya udah sampe situ aja ga lebih lagi. Dea kembali menggalaukan si pangeran kodoknya dan aku kembali ke kehidupan aku yang sesungguhnya.

Ada satu hal yang bikin kita klop banget dan pasti bareng terus. Hal tersebut adalah ngurusin kampus, ngurusin anak orang. Bahkan bisa jadi diri kita aja gak keurus sama kita sendiri. Iya, dari hal seperti itu kita bisa bareng. Rasanya kita dari 3 partai dari sekian banyak partai yang ada di kampus, dan secara diam-diam kita main belakang buat ketemu, ngobrol, bahkan sampai ke having fun di atas penderitaan orang lain.

Hal ini terjadi juga pas kita tinggal bareng sebulan. Kita ngomongin temen-temen yang lain di belakang. Baik itu temen-temen satu desa maupun beda desa. Well, lebih tepatnya ga ngomongin di belakang. Tapi di kamar yang ada di tempat kita nginep. Kita sembunyi-sembunyi ngobrol dengan kesotoyan kita bagaikan anak muda yang lagi transaksi ganja. Setiap ada yang nimbrung masuk, kita langsung akting. Yes, we are bad actor and actress, but we can make people believe what we said, di samping asumsi Gege yang mengatakan kalau orang bohong itu bisa diindikasikan dari hidungnya yang kembang-kempis ketika berbicara kebohongan, dan aku masih tidak percaya dengan asumsi itu. Hanya Gege dan Tuhan yang tau kebenarannya.

Kalau dipikir-pikir, kita itu tiga orang dengan tipe yang berbeda. Aku dengan karakter macho dan sentimental. Dea dengan karakter senimental dan smart. Gege dengan karakter sentimental dan strong. Mungkin karena punya satu kata sifat yang sama yang diambil dari salah satu personality boyband S4 yang membuat kita betah bareng-bareng. Entah sih Gege sama Dea betah atau engga sama aku. Yang pasti, kalau aku bareng mereka, aku aman. Mihihihi

Sentimental. Iya, aku sentimental terhadap kehidupan pribadi aku yang terutama berkaitan dengan pacar. Kenapa sih semua orang begitu pengennya liat aku pacaran??? *kebawa suasana*

Sentimental Dea. Dea kalau galau ga pernah mau cerita. Kitanya juga kan jadi bingung harus kaya gimana. Pas ngelucu ga ketawa. Pas diajak ngobrol diem aja :'(

Sentimental Gege. Gege ini unpredictable. Ketika ga ada yang  membela dia, dia bisa leave group tanpa meninggalkan satu patah penjelasan pada kami :'(

Tapi, walaupun begitu, kita akan tetap jadi partner in crime sampai waktu yang tidak ditentukan :D

Kamis, 14 November 2013

Stuck on L..........ift

Gambar diunduh dari normanleds.com
Apa sih yang menjadi ketakutan terbesar kamu ketika menaiki lift di suatu mall? Kalau sendirian terus tiba-tiba ada "temennya"? Ketika naik lift malah diangkat ke dunia lain? Well, yang paling common yang paling ditakuti adalah stuck di dalam lift, and it happened to me this evening.

Jadi ceritanya sore ini aku pergi ke sebuah mall di kawasan Bandung untuk bertemu dengan teman. Tujuan dairi pertemuan ini adalah kita membicarakan strategi dan mengambil data, dimana kami sedang terikat kontrak (tidak langsung) untuk membantu penelitian dosen mengenai komunikasi dalam pernikahan, baik itu yang masih menikah atau sudah berpisah. Singkat cerita, kita bertemu di daerah foodcourt di lantai paling atas dari mall tersebut.

Biasanya, untuk sampai ke foodcourt, aku naik eskalator biasa sambil cuci mata. Namun, karena selama ini bolak-balik mall tersebut untuk jadi basecamp, ada kebosenan yang melanda. So, akhirnya aku memutuskan untuk naik lift, biar cepat juga sih niatnya.

Butuh beberapa saat untuk menunggu pintu lift terbuka. Ada 2 lift bersebelahan, dan secara impulsif aku menekan tombol menuju ke atas berkali-kali, dengan harapan lift bisa naik lebih cepat dan membukakan pintunya. Akhirnya, terbuka lah satu pintu lift dengan kondisi penuh, hanya tersisa satu spot untuk aku, tas aku, dan bayangan aku....

Selama perjalanan menuju atas, aku menguping, ternyata orang-orang tersebut dari wisudaan (aduh, kata yang bikin alergi untuk saat ini) suatu universitas ternama di kota Bandung. Mereka bercerita dengan bangganya, kepada satu orang asing, yang aku asumsikan mereka tidak mengenalnya dan baru bertemu di dalam lift.

"Ting". Lantai 1. Sebelumnya aku naik di GF.

"Ting".

Pintu tidak terbuka.

"Ting".

Fuck, jangan main-main lah, kalau mau naik lift, naik aja, itu yang muncul di pikiran aku.

"Ting"

"Macet nih macet", tiba-tiba orang di belakang aku mengeluarkan kata-kata itu.

"Tenang-tenang, jangan panik. Kalau panik nanti malah ngabisin oksigen di lift ini. Mas, pencet tombol emergency yang kalau ga kebuka lagi".

"Ting", masih, tidak ada respon dari pintu, iya sama kaya kamu yang gak pernah ngerespon aku *curhat*

Mas-mas di sebelah aku, yang aku yakini adalah keluarga dari si orang yang diwisuda menekan tombol emergency. Butuh waktu yang cukup lama kaya vierra, cinta butuh waktu untuk mendapatkan respon dari petugas.

"Ada apa?"

"Liftnya macet"

"........"

Doomed!! Udah deh, aku akan menghabiskan sisa kehidupan aku di dalam lift ini :( Bahkan petugas pun sudah menyerah untuk tidak menyelamatkan kehidupan aku. Rasanya ingin panik, tapi cewe di belakang aku mengeluarkan kata-kata brengsek, "Aduh, pusing. Bu, aku Pusing". Daaaammnn, persediaan oksigen menipis. Jadi gini rasanya jadi Sandra Bullock (padahal belum nonton filmnya -_-).

Mas-mas itu pun kembali menekan tombol emergency.

"Kenapa kenapa?", Kenapa pale lu peang hah. Di sini keadaan krisis tapi respon lu lama beut deh!!

"Liftnya macet, mas. Menuju lantai 1".

"Baik, segera ke sana", iye buruan sih, oksigen mulai menipis. Rasanya kalau kadar oksigen di lift itu diibaratin sama Ultraman, pasti udah kedip-kedip lampu yang ada di dadanya.

Minggu, 10 November 2013

Memories

Yup, setelah sekian lama vakum berhenti ngeblog akhir memutuskan kembali untuk ngeblog. Gak ada pikiran apa-apa di otak selain skripsi yang tak kunjung beres. Well, kita akan skip langsung ke bagian yang lebih relevan dari judul.

Oke, judul postingan kali ini adalah "Memories". Mungkin ke depannya akan ada postingan serupa dan berjudul sama. Terinspirasi sih setelah nonton sebuah episode Teens React minggu ini yang membahas tentang smartphone. Dalam videonya (bisa dilihat pada embed video berikut) sangat bikin jedar. Videonya bisa dilihat di bawah ini..


Oke, bagi yang males nonton inti dari video itu adalah mereka diliatin video yang biasa direkam tiap hari. Ironinya, orang-orang mulai menghabiskan seluruh kehidupannya di depan layar handphone meanwhile something is happening around them. Yang paling ngenes tuh pas liat bagian remaja main bowling. Ceritanya dia itu lagi main bowling dan strike dan kemudian dia kaya melakukan selebrasi sendiri dimana orang lain di sekitarnya ga ada yang peduli dan ga lepas dari...............smartphone mereka. Dan yang paling lucu itu bagian orang merayakan ulang tahunnya, tapi orang-orang di sekitarnya malah selca (self capture) tanpai menghiraukan apa yang sedang terjadi di ruangan tersebut. Setelah video itu selesai, seperti biasa, mereka dibombardir dengan segudang pertanyaan yang bikin jedar dan harus aku akuin kalau mereka yang ada di show ini adalah remaja-remaja dengan pemikiran terbuka dan cerdas. So, kalau disimpulin sih, hampir sebagain besar dari mereka emang addict banget sama smartphone dengan alasan "making memories". Dari situ aku kepikiran, kenapa enggak aku bikin memories di blog aku. Yang terpikirkan oleh aku adalah aku menyimpan cerita-cerita dari teman, orang tua, bahkan orang asing, untuk nantinya aku baca di masa yang akan datang. Selama ini aku making memories, tapi hanya berupa tulisan. Selanjutnya aku ingin di setiap segment ini (asek, gaya pisan segment) harus ada minimal foto, sehingga aku bisa membayangkan memory tersebut atau mungkin aku akan mengingat bagaimana orang yang menceritakan hal tersebut kepada aku. Karena manusia tidak ada yang abadi, maka cerita yang mungkin bisa menjadi sesuatu yang abadi..

Minggu, 16 Juni 2013

S(tuck)-rip-see

Berdasarkan penanggalan yang aku buat, tahun ini sudah memasuki hari ke 167 (kalau aku tidak salah hitung). Hampir setengah dari tahun ini sudah pergi dan setengah tahun ini pun harus dihadapi dengan (ya mungkin suram).

Senin, 13 Mei 2013

Dihukum Tuhan

Jadi, seperti ini lah kehidupan aku di Senin pagi. Bangun. tapi sudah tidak ada orang di rumah. Rasanya seperti sudah tidak ada orang lagi yang bisa kamu lihat ketika kamu bangun tidur. Aku memilih bangun "agak siang" bukan bukan menjadi suatu pilihan, tapi karena aku mau aku bangun jam segini. Aku selalu mengikuti bagaimana jam alami aku mengatur tidur ku karena aku tau nanti, selama di kota sebelah aku ga akan bisa tidur mengikuti jam alami aku. Terdengan cliche memang, tapi ya bagaimana lagi, aku merasa hanya di rumah aku bisa berbaring tanpa semua pikiran yang mengganggu.

Akhir-akhir ini mungkin aku sedang dihukum oleh Tuhan. Dihukum secara fisik dan psikis. Bagaimana tidak, seharusnya di masa-masa ini aku harusnya lebih menjalankan ibadah agar diberikan kelapangan dan kelancaran. Namun, aku malah "sering bolos" di kegiatan beribadah. Entah apa yang aku pikirkan, tapi aku lagi ingin sendiri, bahkan sendiri tanpa Tuhan dan malaikat. Egois. Memang. Aku sendiri ga tau kenapa aku begini. Kalau dilihat kehidupan aku makin membaik. Tepatnya kehidupan di luar aku. Tapi, aku merasa semua hal itu membuat kehidupan aku semakin memburuk. Kadang aku bertanya, "Tuhan, kenapa kau tetap menmberikan aku hidup padahal aku selalu menjadi hamba-Mu yang lalai?". Pertanyaan ini sering aku ajukan setelah kepergian teman, Aziz. Mungkin bahkan lebih lama, Uli. Kenapa harus mereka? Kenapa ga aku? Aku... lelah. Aku sirik sama mereka karena mungkin (kalau) kita ketemu lagi, mereka akan tetap berada di usia mudanya, sedangkan aku mungkin menjadi seorang pria bertubuh bungkuk, berambut putih, bergigi ompong, dan banyak flek hitam yang memenuhi tangan, muka, dan badanku.

Minggu, 12 Mei 2013

Tahu Diri

"Hai selamat bertemu lagi
Aku sudah lama menghindarimu
Sialku lah kau ada di sini

Sungguh tak mudah bagiku
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak berdiri di depanmu kini

Sakitnya menusuki jantung ini
Melawan cinta yang ada di hati

Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi"

Mungkin, lirik lagu di atas ga akan memiliki kaitan apapun sama cerita yang akan kamu baca.

Senin, 22 April 2013

Sebulan

Sudah sebulan berlalu dari postingan terakhir dan skripsi saya masih belum bergerak kemana-mana, kaya judul lagunya The Script, The Man who can't be Moved (mungkin judulnya harus diganti jadi the thing who can't be moved). Males, kesel, ngerasa semua ga adil, ngerasa hilang, ngerasa bego, ngerasa salah jurusan, ngerasa kenapa harus aku terus, dan masih banyak kata-kata yang gak bisa diungkapin. Bodoh.


Minggu, 24 Maret 2013

Tanggung

Tanggung.

Semua yang ada di dalam hidup aku gak pernah ada yang tuntas. Tanggung. Iya, gak nyampe klimaks, kalau bahasa kerennya. Pemikiran ini sebenarnya sudah ada dari berjuta-juta jam yang lalu, namun semakin tergugah ketika pertanyaan ini terlontar beberapa hari yang lalu.

Alkisah, suatu siang, aku sedang makan siang (setelah sepagian bekerja mencari uang untuk menutupi "utang"), kami pun berceloteh dan seorang teman mengungkapkan kalau dia tidak bisa melakukan suatu aksi (aksi ini sangat sulit dijelaskan dengan kata, namun singkatnya kamu mengetukan jari kelingking, manis, tengah, telunjuk secara berurutan dan kemudian kembali ke kelingking lagi dan seterusnya hingga kamu bosan melakukannya; ibu jari tidak terlibat dalam aksi ini). Dia mengatakan, "Aku ga bisa kaya gitu? Kenapa ya? Emang kalian pada latihan piano ya?". Dengan otomatis aku menjawab, "Tapi ya, aku kalau main keyboard kaku bangen, susah lah menjangkau tuts satu ke tust yang lainnya". Pertanyaan muncul dari seorang teman, yang memaksa untuk dijawab, namun rasanya seperti ditodong, "Lu les keyboard juga? Lu segalanya dilakuin ya". Dan aku menjawab dengan enteng, Dan akhirnya aku berhenti les karena ga punya keyborad. Keteteran latihannya".

Itu satu.

Ketanggungan lainnya adalah aku pernah mempelajari bahasa German, Prancis, Jepang, dan Mandarin, TAPI semuanya berbuah tanggung. Aku cuma belajar basic  dan kemudian aku ga kuat karena ga ada temen  buat diajak belajar, karena semua yang otodidak membutuhkan effort yang lebih. Selanjutnya les bahasa Inggtis, ga aku terusin padahal aku sedang berada di level akhir. God! Terdengar useless semua yang telah aku pelajari namun nanggung itu. Semoga limpahan rahmat-Nya selalu menyertaiku :|