“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water

Minggu, 12 Mei 2013

Tahu Diri

"Hai selamat bertemu lagi
Aku sudah lama menghindarimu
Sialku lah kau ada di sini

Sungguh tak mudah bagiku
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak berdiri di depanmu kini

Sakitnya menusuki jantung ini
Melawan cinta yang ada di hati

Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi"

Mungkin, lirik lagu di atas ga akan memiliki kaitan apapun sama cerita yang akan kamu baca.



Oke, cerita ini dimulai ketika suatu malam aku pulang dari les Bahasa Korea aku. Mungkin lebih tepatnya, pulang dari tempat makan karena jadwal les sudah berlalu dari 4 jam yang lalu. 20.28 WIB, begitu yang tertera di handphone ku. Aku baru saja turun dari mobil seorang teman dan aku sedang menunggu angkot untuk pulang. Cukup lama aku menunggu. Aku menunggu bersama dengan seorang wanita, yang di malam itu tidak bisa aku lihat dengan jelas mukanya. Cerita ini bukan cerita seram, jadi jangan dihiraukan si wanita bermuka-tidak-terlalu-kelihatan-di-dalam-kegelapan itu.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya datang sebuah angkot Cicaheum-Ciroyom. Masuk lah aku dengan tampannya (oke, bagian ini bikin males). Mungkin angkot Cicaheum-Ciroyom ini agak berbeda dengan angkot-angkot yang ada di kota Bandung, karena angkot ini menggunakan mobil Kijang (?) atau entah apa namanya, aku juga tidak terlalu tau macam-macam merk mobil. Aku duduk. Posisi duduk aku menghadap ke arah pintu, namun sedikit agak dalam. Ada dua orang pria di sebelah kanan aku (yang aku prediksikan mereka pasangan gay, atau mungkin gay tapi bukan pasangan, but I'll say that they're 99% gay, and I'm cool with it). Di sebalah kiri dan depan aku duduk pemuda bermuka cina (dapat disimpulkan karena mereka berkulit putih, bermata sipit, dan menggunakan bahasa mandarin ketika berkomunikasi satu-sama lain). di sebelah supir ada satu orang pria yang... well, ngondek, karena gerakan tangan dan cara bicaranya yang agak... gemulai... dan cempreng.

Oh iya, aku belum bilang malam itu aku ada dimana. Aku ada di pertigaan jalan Siliwangi menuju Cihampelas. Seperti biasa, setiap malam weekend atau liburan selalu macet dan pasti angkot Cicaheum-Ciroyom biasanya akan men-skip jalan itu dan memotong ke kanan (yang sampai sekarang aku ga tau jalan apa itu -_-). Malam itu dingin. Aku hanya diselimuti oleh kaos tipis yang entah kenapa menjadi ketat di badan dan sweater ukuran XL dengan tangan mengatung. Aku mencuri-curi dengar saja semua percakapan yang ada di dalam mobil itu, dan sungguh roamingnya maksimal. Aku mencoba mengaitkan bahasa mandarin mereka dengan bahasa korea yang selama ini aku pelajari, dan tidak ada kecocokan di antaranya :| Kemudian aku melirik ke sebelah kanan, dua cowo yang "terduga sebagai pasangan". Cowo yang tepat di sebelah aku membuka sebuah kontak BBM, dan seperti yang ku duga adalah seorang cowo. Dia, buka tuh profile picturenya (kalau di BB apa sih namanya?) dan men-zoom (...) ketika sudah puas dia menutup kontak BBM itu dan kemudian membuka satu lagi kontak BBM dimana dia menunjukkan foto tersebut ke "pacar"nya. Dia tertawa kecil, "pacar"nya cuma senyum.

Jalanan ini akan menembus ke Ekman (bener ga ya nulisnya? Yang jelas bukan EggMan kan? Ya kali, manusia telur, apa filosofinya -_-). Sepertinya yang kumpulan pemuda cina itu sudah mengerti kalau si tukang angkot men-skip jalanan Cihampelas karena macet, kemudia mereka menyiapkan uang. Aku yakin "pasangan" juga menuju Ciwalk. Ketika sampai pertigaan Ekman-Cipaganti, supir angkot menghentikan mobilnya dan kemudian memberitahukan kalau mau ke Ciwqalk tinggal jalan aja ke sana, karena macet, jadi ga lewat. Dengan manisnya para pemuda cina itu turun dan membayar kemudian jalan ke arah CIwalk. Kemudian tukang angkot bilang ke "pasangan" kalau mau ke Ciwalk jalan ke sana. Tanpa aba-aba, aku tersentak ketika keluar kata-kata yang "agak gak tahu diri", bagi aku.
     "Kalau mau ke Ciwalk tinggal jalan ke sana"
     "Loh, kenapa ga ke sana aja?" ini yang sewot yang cowo di sebelah aku banget.
     "Macet mas, biasanya juga angkot pada motong ke sini"
     "Ya, ga bisa gitu dong". aku, dalam hati, "bisa aja kali".
     "Iya, mas maaf. Tinggal jalan lurus ke sana sedikit lagi"
     "Engga ah, jauh" Men!! -_-
     "Itu yang tadi juga mau ke Ciwalk, ikutin mereka aja"
     "Engga mau, ya setidaknya anterin saya ke jalan sana"
     "Tinggal jalan dikit kok mas"
     "ENGGA!! MEREKA AJA TUH GOBLOK MAU-MAUNYA JALAN". Kalau dijelaskan dengan Ilmu pernyataan mungkin mata aku akan menampilkan ekspresi terbuka lebar dan mulut membuka, menganga.
     "Iya, mas, maaf, soalnya di sana macet, mas ga usah bayar juga ga apa-apa kok saya ikh...", belum sempat menyelesaikan kata-katanya, si laki-laki tadi langsung memotong.
     "YA GOBLOK AJA GITU DISURUH JALAN SAMA TUKANG ANGKOT MAU", sambil turun angkot dia tetap mengomel dan berjalan dengan mencak-mencaknya (aku ga menemukan bahasa indonesia untuk istilah ini, tapi ya dia goblok juga kenapa tetep turun :)) ya mau gimana lagi kali, Rang). Kemudian, si "pacar" memberikan uang kepada supir sambil bilang "maaf" pelan-pelan. Ya kali teriak. Nanti ketauan si itu langsung gagal deh malam mingguan mereka di Ciwalk. Yang ada malah putus... (entah kenapa aku kaya cowo jomblo yang tertawa di suatu hubungan cinta manusia yang sedang berada di ujung tanduk. Aku merasa nista).

Kemudian di situ aku merasa kalau manusia sudah tidak mau menghargai manusia lainnya. At least, dia bisa mengutarakan pendapatnya dengan tidak menyakiti perasaan orang lain. Asertif. Empati. Susah sih menjelaskan kedua hal itu dengan bahasa awam kepada orang-orang non psikologi. Mungkin bagi aku susah, mungkin bagi teman-teman aku tidak. Tapi di situ aku melihat kesenjangan sosial yang sangat jauh. Dari kejadian tadi, aku seperti melihat kalau orang dengan jabatan tinggi sedang menginjak-nginjak martabat orang yang dengan jabatan yang lebih rendah. Mungkin hasil pengamatan aku salah. Namun, kalau aku ada di posisi dia, mungkin aku bakal anggap perjalanan dari pertigaan ke Ciwalk itu sebagai olah raga yang harus aku bayar karena selama kuliah aku ga pernah olah raga. Ya, sudah lah, yang penting tukang angkotnya akhirnya bilang ke aku (karena dia nurunin aku sama satu orang lagi), "Maaf ya de, soalnya di depan macet panjang", dengan senyum aku bilang, "nyante aja kali mang" (sungguh tidak humble banget pernyataan aku itu) -_-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What do you think??