“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water

Senin, 13 Mei 2013

Dihukum Tuhan

Jadi, seperti ini lah kehidupan aku di Senin pagi. Bangun. tapi sudah tidak ada orang di rumah. Rasanya seperti sudah tidak ada orang lagi yang bisa kamu lihat ketika kamu bangun tidur. Aku memilih bangun "agak siang" bukan bukan menjadi suatu pilihan, tapi karena aku mau aku bangun jam segini. Aku selalu mengikuti bagaimana jam alami aku mengatur tidur ku karena aku tau nanti, selama di kota sebelah aku ga akan bisa tidur mengikuti jam alami aku. Terdengan cliche memang, tapi ya bagaimana lagi, aku merasa hanya di rumah aku bisa berbaring tanpa semua pikiran yang mengganggu.

Akhir-akhir ini mungkin aku sedang dihukum oleh Tuhan. Dihukum secara fisik dan psikis. Bagaimana tidak, seharusnya di masa-masa ini aku harusnya lebih menjalankan ibadah agar diberikan kelapangan dan kelancaran. Namun, aku malah "sering bolos" di kegiatan beribadah. Entah apa yang aku pikirkan, tapi aku lagi ingin sendiri, bahkan sendiri tanpa Tuhan dan malaikat. Egois. Memang. Aku sendiri ga tau kenapa aku begini. Kalau dilihat kehidupan aku makin membaik. Tepatnya kehidupan di luar aku. Tapi, aku merasa semua hal itu membuat kehidupan aku semakin memburuk. Kadang aku bertanya, "Tuhan, kenapa kau tetap menmberikan aku hidup padahal aku selalu menjadi hamba-Mu yang lalai?". Pertanyaan ini sering aku ajukan setelah kepergian teman, Aziz. Mungkin bahkan lebih lama, Uli. Kenapa harus mereka? Kenapa ga aku? Aku... lelah. Aku sirik sama mereka karena mungkin (kalau) kita ketemu lagi, mereka akan tetap berada di usia mudanya, sedangkan aku mungkin menjadi seorang pria bertubuh bungkuk, berambut putih, bergigi ompong, dan banyak flek hitam yang memenuhi tangan, muka, dan badanku.



Semua selalu tidak berjalan sesuai rencana, ini adalah salah satu kenapa aku kecewa dengan jalan yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Kenapa Tuhan selalu mengabulkan pemikiran-pemikiran terburukku? Itu terburuk yang pernah aku bayangkan, tapi kenapa harus terjadi? Kenapa semua pemikiran-pemikiran yang aku anggap baik (dan menyenangkan) tidak pernah terjadi. Mungkin ada beberapa yang terjadi, namun pada akhirnya itu semua kembali menjadi mimpi buruk. Aku ga bisa tidur dengan nyenyak layaknya orang-orang seusia aku. Aku ga bisa menulis skripsi dengan lancar layaknya teman-temanku. Terlalu banyak yang ada di pikiranku, sampai ketika aku harus membukanya, aku sudah tidak tahu lagi, apa sebenarnya masalah aku. Semuanya sudah bercampur, layaknya bubur ayam yang kerupuknya ikut dicampur. Aku cape memikirkan hal-hal yang bahkan orang lain tidak pikirkan. Ketika beribadah pun aku masih memikirkan semua itu. Aku masih mencari benang merah dari satu ke yang lainnya, tapi tidak bisa aku temukan. Semuanya seperti kumpulan benang yang saling mengikat, dimana kalau kamu menarik satu benang, maka kumpulan itu akan semakin ruwet, semakin susah untuk dibenarkan. Semakin... ingin kamu mengguntingnya dan membuangnya.

Sering kali aku mengulang ibadahku. Karena tiba-tiba aku terlalu memikirkan apa yang ada di otak aku. Aku lupa aku berada di rakaat berapa. Semua hal yang ada di otak aku semakin bekerja ketika aku menjalankan ibadah. Aku semakin merasa bersalah karena sebentar lagi aku akan menjadi anak yang mengecewakan orang tuanya, dan anak yang ga bisa dibanggakan ke teman-teman orang tuanya, yang bisa lulus 8 semester dari Fakultas Psikologi Unpad. Bahkan rasanya, aku ga mampu untuk menghadapi ini semua.

2009. Iya, katanya sih angkatan yang solid, keluarga, dll. Menurut aku, kami pecah karena banyak kejadian. Dua kejadian besar yang memecahkan. Ga ada yang mencoba untuk menyatukan kami lagi. Kami terlihat bersatu ketika dua kejadian itu, Tapi pada akhirnya aku merasa kalau aku sedang berjalan di suatu jalan besar, kosong, gersang, dan kehausan. Mereka semua ada yang menggunakan mobil, motor, kuda, pesawat terbang, roket. Sedangkan aku, masih berjalan, tapi kaki aku sakit. Aku tidak bisa berjalan secepat mereka yang menggunakan alat-alat tersebut. Aku merasa ditinggalkan. Ya walaupun pada akhirnya aku harus hidup sendiri tapi, aku gak bisa hidup sendiri karena selama ini aku hidup selalu bergantung pada mereka. Sekarang mereka sudah melaju dengan kepentingannya masing-masing, and I'm still trying to figure out what happened to me. Kenapa selalu ada rasa bersalah ketika aku berpikir. Siapa aku? Mau jadi apa aku? Aku cape. Mungkin ini hukuman dari Tuhan, seharusnya aku semakin mendekatkan diri, tapi aku malah menjauh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What do you think??