“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water

Kamis, 17 April 2014

Living in This Complicated World

Dear, readers. Whether the readers exists or not.

Sepertinya sudah beberapa minggu (atau bulan) dari postingan terakhir. Sedang fokus di banyak hal yang berbau duniawi. Anyway, rasanya semakin sulit untuk hidup di dunia yang makin kompleks ini dan skandal yang semakin menyeruak. But, me-likey hahaha.

Kehidupan di awal 20an yang aku rasa semakin mengerikan. Makin rumit. Awal 20an itu saat dimana manusia harus memantapkan karir, mencari pasangan hidup, dan menyusun masa depan, dimana aku masih belum sampai ke fase-fase tersebut. Untuk orang kaya aku yang masih mencari pemenuhan kebutuhan biologis, rasanya sulit untuk mendapatkan tuntutan tersebut. Beberapa kali aku selalu berpikir untuk menyudahi semua, tapi aku kembali ingat ke tujuan awal aku: helping people. Dan masih belum berubah sejak tahun 2000an.

Beberapa waktu lalu, seorang teman nge-chat di LINE, tengah malam, tepatnya lewat tengah malam. Kebetulan aku bales, soalnya secara kebetulan juga aku lagi baca novel (yang ini cerita di bagian akhir aja ya).

Yup, jadi seorang teman ini, aku samarkan sebagai Kembang (karena Bunga terlalu mainstream). Jadi si Kembang ini ceritanya curhat kalau dia habis berantem sama emaknya, karena awalnya dia mau minta saran untuk pendidikan selanjutnya. Sebenernya aku saat itu agak bangun dan gak bangun. Mungkin (dari yang aku tangkep) inti masalahnya adalah dia ingin ikut kursus film gitu, semacam storylab. Nah, dia minta saran ke orang tuanya, eh orang tuanya malah marah, bilangnya, "kamu mau jadi apa sih? pindah-pindah mulu". Oke, mungkin itu bukan 100% yang dituliskan dia, tetapi aku rasa itu intinya. Kenapa ga konsisten? iya, kalau ga salah tangkep lagi, itu karena dia dulu bilang ingin kerja, terus ingin S2, ditawarin kerja ini ga mau, dan sebagainya.

Sulit emang kalau curhat sama Rangga. Kadang sadar, kadang engga.

Dia kemudian bilang, "Apa orang tua gak perlu tau prosesnya ya? Yang penting hasilnya?"

Jawabannya adalah tidak. Idealnya adalah orang tua harus ambil bagian juga dari proses tersebut. Ambil bagian di sini bukan berupa take over, tapi sebatas, support dan pemberi masukan. Itu sih yang aku pikir kan. Tapi, aku sendiri pun ga nyaman melakukan itu. Aku pernah berada di situasi itu, dimana orang tua inginnya ini itu, sampe sekarang sih. Tapi pada akhirnya, ya udah, aku jalanin aja. Aku gak mau jadi ini itunya orang tua, dengan pekerjaan yang pasti gajinya banyak. Kaya. Iya, tolak ukurnya adalah kekayaan, bukan kepuasan.

Dulu, setelah gagal jadi Dokter Anak, aku terpikir untuk jadi Psikolog Anak, pasti, yakin, mantap. Tapi, ketika aku cerita, dapet responnya, "Mau dapet apa jadi kaya gituan? Anaknya temen mamah, lulusan psikologi di perusahaan xxxxx udah banyak uang, punya mobil ini itu, blablabla".

Setelah dapet respon itu, I burried my dream alive (iya, ini kaya judul lagu). Tapi di pertengahan, mimpi aku itu muncul lagi, dan aku secara diam-diam mencoba mendekati bidang tersebut. Ya, aku orangnya lebih baik melakukan diam-diam daripada harus berhenti padahal sudah merencanakan. Aku mencoba-mencoba, dan aku pikir, aku salah. Aku gak cocok jadi psikolog anak. Banget. Dari situ aku hilang arah. Aku gak punya orang buat bertanya. Nanya ke temen, mereka juga bingung mau kerja dimana. Aku gak tau mau jadi apa. Aku bisa jadi apa saja di dunia ini, tapi apakah orang-orang bakal nerima aku yang jadi apa-saja? You can be anything, but God, definitely.

Dari situ, aku kembali menyusun mimpi aku. Aku ingin ke Korea, pikirku. Aku merancang, merancang, dan merancang. Entah apa yang membuat aku ingin pergi ke korea. Ingin sekolah di sana. Ingin sekolah broadcasting. Ingin memperbaiki Indonesia dengan ilmu yang aku bawa dari sana. Aku bangun sedikit demi sedikit, sampai mimpi itu hancur lagi. Kemudian aku melihat ada tawaran beasiswa untuk ke Korea, dan aku berpikir untuk mengambil jurusan psikologi lagi. Consumer Psychology and Advertising. Agak menjadi inspirasi dan secara kebetulan sama dengan skripsi aku. Aku teguhkan lagi hati ini, menata mimpi dari fondasi, dan saat akan menyusun puncaknya, mimpi itu hancur lagi. 3 tahun di sana. Umurku sekarang 21, satu bulan lagi 22. ditambah 3 tahun, jadi 25. Setelah itu aku mau kerja apa di Indonesia? Aku bukan psikolog? Aku menjadi bukan apa-apa, jika kembali ke sini. Aku kembali dihadapkan, kamu mau kerja apa untuk masa depan kamu?

25 tahun. Aku nikah kapan ya? Di saat temen-temen cowo aku yang lain, yang udah lulus, udah kerja, sedikit demi sedikit mereka menabung buat biaya menikah mereka, apa yang aku lakuin sekarang? Kamu kapan mau nabung buat nikah kamu? Kumpulan kalimat itu yang selalu menghantui aku. Kamu mau ngasih makan anak apa kalau kamu cuma kerja di bidang broadcast? Biaya hidup semakin mahal dari tahun ke tahun, you can't bet on it. 

Realnya adalah, saat ini aku harus mencari kerja, mau aku suka atau engga. Aku harus dengan tega mulai mengubur satu demi satu kepinan mimpi yang sudah aku buat hingga puncak, mencopot setiap bagiannya, hingga ke bagian fondasi. It won't happen. Unrealistic. It feels hurt. 

***

Btw, novel yang baru aku beresin itu judulnya The Maze Runner yang keterangannya bisa diliat di sini dan filmnya akan rilis tahun ini juga. Menurut aku, novel ini gila, dan aku masih bingung baca ending buku pertamanya. Jadi, penasaran sama buku keduanya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What do you think??