“If you feel lost, disappointed, hesitant, or weak, return to yourself, to who you are, here and now and when you get there, you will discover yourself, like a lotus flower in full bloom, even in a muddy pond, beautiful and strong.”
Masaru Emoto, Secret Life of Water

Rabu, 21 Oktober 2015

Social Media

Ngomong-ngomong soal social media, beberapa hari (mungkin lebih tepatnya beberapa minggu) ke belakang, aku sedang berusaha mereduksi teman di Facebook. Salah satu tujuannya adalah membuat hidup aku agak terbatas di lingkaran yang tidak terlalu besar.

Emang temen di Facebook kamu kenapa?

Mungkin bakal muncul pertanyaan semacam ini, yang mungkin akan agak sulit untuk dijawab.

Bayangkan saja, dulu aku adalah seorang anak remaja yang ingin mengeksistensikan diri, dikenal orang banyak, ingin setiap postingan di-like banyak orang. Salah satu caranya (yang ku pikir saat itu) adalah menerima semua permintaan pertemanan, dengan cara tersebut diharapkan bahwa akan banyak orang yang melihat postinganku dan, dengan harapan lain, mereka me-like postingan tersebut. Ternyata semuanya salah, dan aku baru menyadarinya ketika masuk ke dunia kuliah (lebih tepatnya setahun ke belakang).

Mungkin salah satu cara yang efektif reduksi adalah menghapus orang yang tidak terlalu dikenal ketika mereka sedang berulang tahun. It's kinda mean tbh. Maksudnya, it should be their happy day, not their being-unfriended day. Well, singkat cerita, I've done that, sekitar beberapa minggu, karena aku menjadi bosan harus menunggu notifikasi ulang tahun muncul setiap paginya (catatan: dulu, rasanya belum ada upcoming birthday event di Facebook, rasanya sih). Pada akhirnya, teman di Facebook-ku masih mencapai angka 2000 sekian, tapi aku gak yakin aku kenal setengah dari orang-orang tersebut tersebut.

Karena terlalu malas untuk membuka tab friend list (trust me, I did it, but it turned out to be boring, and the first 500 friend is your close friend, so I decided not to do this method  anymore), akhirnya aku pun mencoba untuk menyaring apa yang pernah aku posting saja, so it's all about me at the end.

Ketika postingan tersebut, agak aneh dan alay, aku hapus (demi kebaikanku). Tidak jarang, aku google-ing namaku, dan mengecek hasil pencarian sampai halaman 10 dan melihat hasil pencarian gambar juga. Trust me (again), this method works whatever it takes. Kamu mungkin akan menemukan foto kamu jaman sekolah dengan angle 130 derajat dihitung dari permukaan tanah ke posisi serong atas atau bahkan foto-fotomu melakukan duckface. Kunci dari metode ini adalah, pastikan kalau kamu memegang kendali penuh atas social media kamu, maksudnya, kamu masih ingat semua password dari semua social media yang kamu daftarkan, or at least, you register with the same e-mail, jadi kalau lupa, bisa minta password di-reset dan password baru dikirim melalui e-mail. Dan metode ini pun berhasil menjaga harga diriku.

Setelah beberapa hari mencoba metode yang penting data diri yang terkontrol terlebih dahulu, urusan teman di Facebook bisa diakali, aku pun banyak menemukan pelajaran. Satu di antaranya adalah kok bisa ya dulu aku sering ngombol dengan orang ini sedangkan sekarang udah hilang kontak. Aku bukan orang yang mudah mengingat hal kecil. Sehingga ketika akan unfriend orang, aku akan lihat menu see friendship, dan di situ adalah pertimbanganku untuk jadi unfriend atau tetap berteman.

Aku gak tau apa yang terjadi, sampai akhirnya komunikasi dengan teman maya itu bisa berhenti. Kebanyakan mereka adik kelas SMA, dan telah sukses dengan caranya masing-masing: menikah, lulus, lanjut kuliah di luar, bertemu artis, menjadi artis. Entah kenapa ada perasaan enggan untuk unfriend mereka, padahal aku sendiri pun merasa gak punya kelekatan dengan mereka saat ini. Mungkin salah satu pertimbangannya adalah aku senang membaca tulisan lamaku. Walaupun tulisan-tulisan aku agak cocky dan terdengar didewasa-dewasakan, tapi aku jadi bisa mengenal siapa aku sebelum kehidupan ini, sebelum kehidupan frustrasi entah akan menjadi apa aku ini. Aku selalu berharap punya teman dekat, dan ketika membaca tulisan lamaku, aku merasa punya teman. Teman yang tulisannya berantakan, kadang dia berbicara sok bijak kepada pembacanya, kadang terlalu dramatis dan melebih-lebihkan momen kecil, atau memang tulisan itu tidak sengaja bertujuan untuk memotivasi Rangga masa depan (secara tidak sadar).

Salah satu tulisan tahun 2011 yang bikin aku melek lagi adalah tulisan mengenai Take The Right Next Step di notes Facebook (Hey, I just realize (again) that this feature exist on Facebook, sorry).

Banyak orang yang ga mau berhubungan dengan masa lalunya, aku pun dulu berpikir seperti itu. Namun, aku merasa, masa lalu bisa menjadi teman untuk bercermin, mendiskusikan apa yang harus dilakukan, atau sekedar katarsis. Tapi, satu kuncinya adalah jangan terlalu berlarut dalam masa lalu itu. Jadikan masa lalu cermin yang bisa mengarahkan ke masa-masa selanjutnya yang lebih baik (mungkin kalau Rangga masa depan baca ini, pasti agak geli dengernya).

Semoga, beberapa tahun ke depan, ketika Rangga masa depan sedang kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa, dia bisa melihat tulisan ini, sehingga dia gak bakal kesepian, ketika tidak ada orang yang bisa dia andalkan. Rangga-Rangga masa lalu akan selalu ada di belakang Rangga masa depan untuk menopangnya menjadi lebih kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What do you think??